Kita melihat, kemudian, bahwa hanya hewan yang tidak haram yang dipilih untuk pengorbanan, dan sekali lagi bahwa tidak semua hewan yang tidak haram menyenangkan Allah, tetapi hanya hewan peliharaan, yang membiarkan diri mereka diarahkan oleh tangan dan kehendak manusia.
Karena kurban-kurban itu merupakan lambang Kristus, maka sudah seharusnya dalam kurban-kurban itu digambarkan kesempurnaan-Nya yang sempurna, yang dengannya Bapa-Nya di surga akan didamaikan.
Jadi, para leluhur didamaikan dengan Allah secara sakramental oleh para korban (binatang), sama seperti kita sekarang disucikan melalui baptisan Kristus (Darah-Nya yang tercurah di kayu salib).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa simbol-simbol ini hanya berguna jika merupakan latihan untuk beriman dan bertobat, sehingga orang berdosa dapat belajar untuk takut akan murka Allah, dan mencari pengampunan di dalam Kristus Yesus yang adalah kurban sejati.
Semua nenek moyang kita (para nabi dalam PL Alkitab) memberikan korban binatang yang tak bercacat cela guna pengampunan dosa-dosanya; mereka melakukan hal itu karena Allah terlebih dahulu telah memberi contohnya tatkala di taman Eden kepada Adam dan Hawa (Kejadian 3:21).
Persembahan haruslah binatang domba yang tak bercacat cela, seperti Kristus Yang adalah suci---Anak Domba Allah untuk pengampunan segala dosa manusia yang percaya pada-Nya, lewat mati-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H