"Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;"
Sajak yang indah dari sang Pengkhotbah (Kitab Pengkhotbah 3:4) mengingatkan kita pada segala waktu ada masanya.
Ada masa bagi manusia untuk menangisi kepergian orang yang dikasihinya.
Terkhusus masyarakat setanah air sedang dan atau menangisi kepergian seorang penyair tersohor, Joko Pinurbo.
Terdengarnya kabar duka dari seorang penyair tanah air yang telah memberi warna tersendiri dalam karya-karya puisinya bagi per-puisi-an tanah air, yakni Joko Pinurbo alias Jokpin yang akrab di telinga para puitisers.
Joko Pinurbo meninggal dunia pada hari Sabtu kemarin, tanggal 27 April 2024, pukul 06.03 WIB di RS Panti Rapih, Yogyakarta pada usia 61 tahun.
Joko Pinurbo lahir pada tanggal 11 Mei 1962 di Sukabumi, Jawa Barat.
Tentu kabar duka ini mengejutkan sekaligus memberi kesedihan yang sangat mendalam bagi seluruh masyarakat tanah air, terlebih bagi penulis yang mencintai karya-karya puisi, termasuk karya puisi beliau.
Tidak banyak kata lagi yang ingin penulis sampaikan, namun sudah sepatutnyalah penulis mengangkat topi dan memegang dada untuk melepas kepergian sang penyair agung Indonesia, Joko Pinurbo.
Selamat jalan legend, karya-karyamu akan abadi bersama kami di bumi ini.
Penulis ingin mengutip satu puisi Joko Pinurbo yang menurut penulis sangat berperan penting dan berkesan dalam hidup penulis.