Keinginanku untuk berjumpa dengan lelaki itu terus tumbuh semakin menguat. Aku berkesimpulan, hanya dengan cara itu aku bisa menemukan kebenaran dibalik semua peristiwa itu. Aku tak ingin, peristiwa itu terus berkembang dan melukai hatiku. Aku telah siap dengan segala resiko yang akan terjadi, jika aku diberi kesempatan berjumpa dengan lelaki itu. Ya ... aku akan menerima apapun resikonya.
Kesempatan untuk bertemu langsung dengan lelaki itu akhirnya terbuka. Rencana pernikahan sepupu yang akan digelar di kampung halaman, menjadi peluang bagiku untuk klarifikasi dan menemukan fakta dari peristiwa yang telah terjadi. Momen itu menjadi titik harapan untuk membuat semuanya menjadi jelas.
>>>
Upacara pernikahan sepupu telah usai, seluruh keluarga sepakat berkumpul dan menginap di rumah ayah mertua. Aku menunggu penuh harap agar disaat seperti itu lelaki itu muncul di hadapanku. Namun harapan tinggal harapan, keinginan berjumpa tampaknya tidak akan menjadi kenyataan. Lelaki itu sama sekali tidak pernah muncul.
Karena keinginan berjumpa yang begitu kuat, aku memutuskan untuk mengajakmu jalan-jalan ke sebuah tempat, tempat yang searah dengan kampung darimana lelaki itu berasal. Sekali lagi keinginanku patah, karena kamu menolak ajakanku secara halus dengan alasan kamu tidak suka jalan-jalan ke tempat kemana yang aku tuju.
Akhirnya harapan untuk mendapatkan kejelasan tentang peristiwa pesan pendek yang telah terjadi pada waktu lalu, menemukan jalan buntu. Waktu yang semakin menipis, memastikan tidak ada lagi kesempatan untuk berjumpa dengan lelaki itu. Kalaupun ada kesempatan, mungkin akan menunggu waktu yang sangat lama.
>>>
Usai sudah acara demi acara di kampung halaman, kita kemudian bertolak menuju Pekanbaru. Perjalanan panjang menuju Pekanbaru adalah perjalanan yang sangat melelahkan dan akan lebih melelahkan lagi setelah keinginan untuk mendapat kejelasan tentang peristiwa pesan pendek itu tidak terwujud.
Rona murung yang tampak di wajahmu selama perjalanan, membuat hatiku terasa semakin sakit. Aku menduga, kamu tidak jujur dalam peristiwa ini. Aku berprasangka, ada hal berat yang kamu sembunyikan berkaitan dengan peristiwa yang telah terjadi.
Aku sedih saat melihatmu bermuram durja. Aku berusaha menghiburmu, walau aku tau cara yang kulakukan terasa sangat janggal. Tetapi semua sia-sia. Menyadari situasi yang semakin tidak nyaman, kemudian aku bicara untuk merespon sikapmu yang terus dengan wajah murung. Namun kamu tetap saja bermuram durja.
Perasaanku menjadi serba salah, saat kutau situasi semakin bertambah kusut. Emosiku mulai tak terkendali. Bicarapun aku mulai asal ngomong. Hingga tanpa kusadari, aku mengucapkan kalimat yang nadanya, ... "aku merelakanmu pergi kepada siapapun yang kamu suka, kalau memang hal itu akan membuatmu bahagia.