Itulah sebabnya, mengapa Indonesia dalam mengambil kebijakan di bidang politik, hukum dan ham tidak berdasarkan Kitab Suci yang ada, melainkan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pancasila dan UUD '45 sebagai dasar negara, menjamin kebebesan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk meyakini dan menjalankan ajaran agama masing-masing. Namun mereka tidak berhak memaksakan perspektif dan ajaran agamanya, untuk digunakan sebagai indikator penilaian terhadap warga negara pemeluk agama lain.
Sebuah kelompok agama tidak berhak mengintervensi kebijakan sebuah negara, dimana rakyat negara itu memiliki beragam keyakinan. Agama sebagai lembaga, harus menyadari bahwa mereka adalah sebuah kelompok yang menjadi bagian, dalam satu kesatuan sebagai bangsa dan negara yang berdaulat.
Pembaca yang budiman...
Suatu saat nanti dimasa yang akan datang, kita akan berkisah kepada anak dan cucu kita, betapa negara ini hampir hancur tercerai berai, hanya karena oknum orang per orang yang saling mengunggulkan dan meributkan warisan masing-masing. Ketika negara lain sudah pergi ke bulan, kita masih sibuk meributkan tentang warisan identitas, yang kita sendiri tidak pernah ditanya terlebih dahulu untuk itu.
Sebagai sesama anak bangsa marilah memandang Indonesia dari perspektif yang sama, dengan berupaya menghindar dari pertikaian-pertikaian yang berpotensi untuk menjadikan Indonesia kita ini terpecah menjadi kepingan-kepingan yang kecil.
Jayalah negeriku, Jayalah Indonesia Raya...Salam Gemilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H