"Untung bukan saya..."
Ungkapan ini pasti pernah terlontar dari mulut anda atau setidaknya pernah terucapkan oleh teman anda ataupun kenalan anda. Banyak variasi misalnya seperti kejadian bom surat baru-baru ini "Untung bukan tangan kanan..."
Ungkapan ini mengandung pengertian rasa syukur. Rasa syukur masih boleh menikmati hidup, rasa syukur bukan diri yang tertimpa kemalangan atau nasib buruk. Ah ada tepat satu ungkapan sebagai kebalikan dari ungkapan ini "Waduh kenapa bukan saya?" yang mengandung rasa penyesalan, setara dengan rasa penyesalan ungkapan "Coba saya tahu dari tadi..."
Rasa syukur jelas diperlukan agar kita dapat menghargai kehidupan yang kita punyai, kenyamanan yang kita miliki, kesempatan yang kita dapatkan, namun rasa syukur mempunyai dua sisi, satu bisa berasal dari keaktifan dalam menyikapi hidup, hidup yang dilalui dengan aktifitas yang dilakukan demi pengalaman diri, hidup yang penuh dengan vitalitas, hidup yang energik.
Namun ada satu sisi lagi yaitu yang berasal dari kepasifan, rasa syukur yang berupa kepuasan akhir yang tidak mempunyai niat untuk mendapatkan nilai dari pengalaman yang terjadi. Rasa syukur yang mati. Rasa syukur yang berasal dari ketakutan untuk melangkah menuju area yang tidak diketahui demi mendapatkan pengalaman dan nilai yang baru. Rasa syukur yang berakar dari ketidakberdayaan terhadap kejadian yang terjadi, lemah dan statis. Alih-alih mengerti, malahan ke-tidakmautahu-an yang merajai, kemalasan untuk berpikir dan mencari, kelembaman dalam pemikiran dan hati.
Sudahkah anda bersyukur hari ini?
I AM Helmy Kusuma
Spiritual Healer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H