Mohon tunggu...
Helmy Kusuma
Helmy Kusuma Mohon Tunggu... -

Cinta 3 Sisi, sebuah novel roman\r\nhttp://www.nulisbuku.com/books/view/cinta-3-sisi-kertas-novel\r\n\r\nwww.helmykusuma.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Optimis Vs Pesimis

1 September 2010   04:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kita mendengar , “kamu itu harus optimis dalam menghadapi masalah, jangan pesimis gitu...”, tapi pernahkah dihayati sebenarnya apa makna dibalik optimis maupun pesimis? Ataupun apa sebenarnya masalah itu?

Mari kita lihat dalam level yang paling sederhana.

Masalah berasal dari suatu kejadian yang responsenya ditunda. Contohnya begini, kita mempunyai suatu pemikiran pada suatu ketika “ah enaknya sekarang pergi berlibur”, tetapi segera sesudah pemikiran itu , kita berpikir seperti ini “hm tapi saya sibuk sekarang dikantor, nanti saja saya pikirkan kembali”. Ini adalah contohnya suatu response yang ditunda. Kemudian waktu bergulir, dan kita menggeluti pekerjaan sehari-hari kita, lembur dan sebagainya, kemudian di selang waktu tersebut, kita teringat kembali kepada pemikiran kita sebelumnya, dan kita berpikir begini “ah harusnya saya ambil liburan pada waktu itu” dan ini menimbulkan emosi tertentu di hati kita. Nah pada saat inilah satu masalah bagi kita telah tercipta, karena dari response yang ditunda tersebut, timbullah konflik dalam diri kita sendiri, dalam waktu yang berdekatan ataupun dalam waktu kemudian.

Optimis adalah ketika kita merasa tidak mempunyai resource, skill, waktu, etc yang cukup untuk menyelesaikan suatu tujuan atau suatu masalah, dan kita menutup mata terhadap semua hal itu, kemudian kita mendoktrin diri kita, bahwa kita bisa melakukannya. Sementara Pesimis bertolak belakang dari optimis, alih-alih menutup mata, kita membiarkannya berada di depan mata kita, kemudian kita mendoktrin diri kita, bahwa kita tidak bisa melakukannya.

Disini dapat kita lihat dengan gamblang, baik optimis maupun pesimis, dua-duanya tidak mengerti asal darimana suatu hal tersebut bermula ( atau bila untuk suatu tujuan, tujuan tersebut tidak dimengerti darimana asalnya ), sehingga ada pengingkaran ataupun suatu pembiaran, bahwa hal tersebut bersumber dari suatu yang eksternal, sehingga bukan tanggung jawab dari kita untuk mengerti.

Ketika kita mau melihat asal usul dari suatu masalah ( ataupun tujuan itu ), maka kita menjadi mengerti bahwa response itulah yang dibutuhkan, dan masalah pun hilang. Ketika kita mengerti asal usul dari suatu masalah,maka hal itu berhenti menjadi sumber konflik pikiran kita.

Mari kita hidup bukan untuk hari esok, apalagi untuk hari kemaren, tapi hidup untuk hari ini. Hiduplah untuk saat ini.

@easternlight.hanzpk.com

I AM Shaumbra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun