Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Globalisasi, Ekonomi, dan Budaya

30 November 2019   07:25 Diperbarui: 30 November 2019   07:37 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi tidak bisa dipisahkan dari aspek ekonomi dan kebudayaan. Globalisasi telah mengubah cara kita bertransaksi dan berbisnis. Semua itu juga tidak bisa dilepaskan dari budaya. Bahkan kita bisa mengatakan globalisasi, ekonomi, dan kebudayaan saling berkaitan satu sama lain.

Globalisasi sering didefinisikan sebagai integrasi ekonomi dunia. Globalisasi menyatukan perekonomian dunia di bawah satu payung. Hal ini terjadi di seluruh belahan dunia. Tidak ada yang bisa menghalangi proses integrasi ini. Bahkan ada yang mengatakan globalisasi adalah suatu hal yang mutlak bagi negara-negara maju maupun berkembang.

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) semakin mempererat hubungan ekonomi di antara negara-negara di dunia. Proses ekonomi berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti. Negara-negara di dunia harus menghapus hambatan tarif dan non-tarif bagi perdagangan internasional. Pemerintah negara-negara di dunia tidak boleh lagi menutup pintu perdagangannya bagi arus impor dan ekspor di dunia.

Sedangkan kebudayaan sering kali dipisahkan dari aspek ekonomi. Kebudayaan disamakan dengan kesenian. Padahal kesenian hanya salah-satu bagian saja dari kebudayaan. Kebudayaan terkait dengan behaviour, appearance, dress, language, habits, customs, beliefs, dan tradition.

Namun hal di atas hanya permukaan dari kebudayaan. Budaya yang tidak terlihat jauh lebih besar. Seperti bagian dari gunung es, yaitu: beliefs, norms, expectations, perceptions, time orientation, space orientation, learning styles, personality styles, rules, roles, value assumptions, dan thought processes.

Ekonomi tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan. Ekonomi tradisional berkaitan cara pandang suatu masyarakat. Sayangnya kita memasuki era globalisasi di mana perekonomian dijalankan menurut kapitalisme global. Kepercayaan, norma, peraturan, dan institusi ekonomi telah berubah. Aspek-aspek kebudayaan tersebut harus tunduk kepada kapitalisme global.

Hal ini mengakibatkan hilangnya keunikan dari perekonomian masing-masing negara. Ekonomi modern mengalahkan ekonomi tradisional. Negara-negara maju memaksa negara-negara berkembang dan terbelakang untuk menerima sistem kapitalisme global. Artinya modernisasi ekonomi merupakan jalan yang harus ditempuh oleh negara-negara berkembang dan miskin agar menjadi setara dengan negara-negara industri maju.

Namun ada beberapa negara yang mencoba beradaptasi dengan kapitalisme global seperti Jepang, Malaysia, Singapura, China, Korea Selatan, India, Nepal, dan Bhutan. Jepang sukses menjadi negara modern tanpa kehilangan identitas kebudayaannya.

Jepang sangat maju ekonominya, namun hal demikian tidak lepas dari kebudayaan Jepang seperti bushido. India adalah calon negara adidaya di masa depan. Namun perekonomian tradisional masih eksis di negara tersebut.

Berbagai indikator perekonomian selalu menunjuk pada tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.  Namun sedikit sekali yang mengukur tingkat kebudayaan suatu negara. Hal ini terjadi karena budaya adalah hal yang tak kasat mata.

Negara-negara yang perekonomiannya maju juga memperhatikan pembangunan kebudayaannya. Sesungguhnya menurut cendekiawan Soedjatmoko, pembangunan ekonomi adalah masalah kebudayaan. Pembangunan mengubah struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya itu sendiri.  Namun pembangunan yang dimaksud di sini adalah pembangunan ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi.

Masalah ekonomi juga masalah kebudayaan. Ekonomi berkaitan dengan mentalitas masyarakat. J.H Boeke seorang ekonom Belanda pada masa kolonial menulis bahwa di Hindia Belanda terdapat dua jenis ekonomi, yakni: ekonomi modern dan ekonomi tradisional. Sebagian besar masyarakat di pedesaan bergelut di ekonomi tradisional. Sedangkan perekonomian modern tumbuh di kota-kota besar dan menengah.

Hingga saat ini tesis Boeke ini ada benarnya. Di Indonesia kita menyaksikan masyarakat pedesaan masih melakukan ekonomi tradisional. Sedangkan perekonomian ditandai dengan banyaknya mal, pasar modern, dan supermarket. Bahkan kita menyaksikan ekonomi digital tumbuh dengan pesat. Kini ada tiga jenis ekonomi di Indonesia, yakni: ekonomi tradisional, ekonomi modern, dan ekonomi digital.

Globalisasi ekonomi mengubah cara berbisnis. Ekonomi modern dan ekonomi digital merupakan produk dari globalisasi. Berkat  kemajuan TIK, ekonomi digital sangat dimungkinkan. Berkat internet, e-commerce terjadi dalam kuantitas yang mencengangkan. Kini banyak masyarakat Indonesia yang beralih ke internet untuk berbelanja. Mal bahkan kini terancam bangkrut karena sepi pembeli.

Budaya konsumen (consumer culture) sangat menentukan ekonomi suatu negara. Masyarakat di pelbagai belahan dunia akan dijadikan masyarakat konsumen (consumer society). Perusahaan-perusahaan multinasional menyebarkan sayapnya ke seluruh dunia. Mereka mengincar masyarakat di dunia ketiga sebagai pasarnya.

Di era kapitalisme global ini, dunia terbagi menjadi negara maju dan negara berkembang. Negara-negara maju membutuhkan negara-negara berkembang sebagai pangsa pasarnya. Sebaliknya juga negara-negara berkembang butuh negara-negara maju untuk memasarkan produk-produknya. Perekonomian dunia saling tersambung satu sama lain. Krisis ekonomi di suatu negara dapat menular ke negara-negara lainnya.

Globalisasi budaya sering kali disebut "Amerikanisasi" kehidupan masyarakat. Generasi muda menjadi target dari proyek ini. Amerika Serikat (AS) memang menyebarkan produk-produk budaya populernya ke berbagai negara. Hal ini merupakan bagian dari Politik Luar Negeri mereka. Mereka menggunakan militer dan paksaan agar negara-negara di dunia mau mengizinkan produk-produk budaya AS masuk ke negeri mereka.

Di balik globalisasi budaya ada motif politik dan ekonomi. Secara politik, sebuah masyarakat yang sudah terpapar "Amerikanisasi" akan lebih mudah dikuasai. Sedangkan dilihat dari sisi ekonomi, penjualan produk budaya AS akan memberi keuntungan yang sangat besar. Dunia kini tidak bisa dilepaskan dari produk-produk budaya pop Amerika seperti film, musik, novel, dan pernak-pernik lainnya.

Belum lagi produk-produk pemikiran politik dan ekonomi yang disebarkan ke seluruh institusi pendidikan di seluruh dunia. Ide-ide tentang demokrasi, liberalisme ekonomi, pluralisme, multikulturalisme, naturalisme, dan lain sebagainya merupakan produk negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris.

Globalisasi merupakan fenomena yang tidak mungkin dielakkan pada masa sekarang. Liberalisasi ekonomi dan politik tengah melanda negara-negara berkembang. Globalisasi dan liberalisasi adaahs setali tiga uang. Namun kita harus waspada terhadap ideologi di balik liberalisasi dan gobalisasi tersebut. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun