Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Homo Economicus vs Homo Socius

28 Agustus 2019   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2021   08:37 1872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam bahasa Al-Qur'an terdapat beberapa sebutan untuk manusia. Pertama, al-basyar untuk menunjuk manusia sebagai makhluk biologis yang makan, minum, dan berhubungan seks. Kedua, al-insan sebagai makhluk yang selalu bergantung kepada orang lain.  Dan ketiga, an-nafs yang berarti diri pribadi seorang manusia secara utuh.

Sebutan homo economicus itu sendiri cenderung mereduksi makna kemanusiaan. Pandangan ini jelas bias Barat.  Istilah "homo economicus" sendiri berasal dari Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations. Istilah ini dibuat oleh Adam Smith setelah ia mengamati perilaku penjual dan pembeli di pasar. Dari transaksi keduanyalah, Smith berkesimpulan bahwa proses jual beli digerakkan oleh kepentingan keduanya, bukan kemurahhatian masing-masing dari mereka.

Adam Smith adalah salah-satu pemikir Barat yang mengguncangkan Eropa, selain Charles Darwin, Sigmund Freud, dan Karl Marx. Pemikiran-pemikiran mereka jelas bias Eropa sehingga sering kali bertentangan dengan agama dan kebudayaan yang ada di dunia. Pemikiran mereka tidak lepas dari kondisi Eropa pada abad ke-18 hingga 19. Saat itu imperialisme Barat mulai berkembang ke berbagai wilayah dunia. Revolusi Industri dimulai dari Inggris hingga menjalar ke wilayah-wilayah lain di Eropa.

Pendapat mereka berangkat dari pandangan yang negatif tentang diri manusia. Hal ini tidak lepas dari kondisi Eropa yang dilanda perang selama bertahun-tahun. Perang di Eropa sering kali dipicu oleh masalah perdagangan antar negara. Thomas Hobbes menyebut kecenderungan manusia pada masa itu sebagai homo homini lupus, manusia yang satu menjadi serigala bagi manusia lainnya.

Baca juga: Homo Economicus Belaka? (Catatan Kritis untuk tulisan Prof.Thamrin Tomagola dan Prof.Rhenald Kazali)

Dalam pandangan para ekonom Neoklasik,  akal budi dipergunakan untuk mencari sesuatu yang menguntungkan, bukan sesuatu yang bertujuan untuk menggapai kemaslahatan bersama. Sampai saat ini, ekonomi masih mendominasi kehidupan manusis modern. Ilmu ekonomi menjadi The Queen of Social Sciences (ratu ilmu-ilmu sosial) yang mencoba menyelesaikan banyak persoalan kehidupan.

Sayangnya, kini ilmu ekonomi sangat jauh meninggalkan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu ekonomi menggunakan ekonometri untuk mengilmiahkan ajarannya. Pengaruh matematika ini berasal dari fisika. Para ekonomi berusaha menjadikan ilmu ekonomi seeksak mungkin.

Kesalahan paradigmatik yang dilakukan para ekonom adalah menggeneralisasi bahwa semua manusia hanya berusaha menguntungka dirinya pribadi. Sebuah kesalahan yang harus dibenahi dari segi pemikiran. Wallahu a'lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun