Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The End of American Dreams?

12 Mei 2019   01:30 Diperbarui: 5 Juni 2019   01:37 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi banyak orang di dunia, Amerika Serikat (AS) adalah sebuah impian. Banyak orang yang bermimpi hendak bekerja dan menjadi warga negara AS.  AS adalah sebuah surga yang menjanjikan kemakmuran bagi warga dunia. AS adalah pusat dunia yang menjadi global trendsetter bagi seluruh umat manusia. Kemajuan, kekayaan, demokrasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi magnet bagi warga dunia lainnya untuk datang dan bekerja di AS.

Kita membayangkan gedung-gedung pencakar langit di New York, Houston, Chicago, San Fransisco,  dan Los Angeles yang menarik ribuan orang dari seluruh dunia. AS pernah merajai dunia. AS adalah pusat peradaban Barat. Amerika melambangkan kemajuan ilmu dan teknologi yang paripurna. Amerika pernah menjadi negara termaju di dunia.

Namun benarkah semua masih sama seperti dulu. Dulu Amerika pernah menyuarakan American Dreams. Bahwa Amerika adalah surga dunia. Tapi semua itu kini sudah usai. Amerika tidak lagi bagi impian warga dunia. Amerika sudah kehilangan banyak hal selama hampir 20 tahun ini.  Selama hampir 20 tahun ini Amerika mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan.

Menurut Jeffrey Sach,  seorang ekonom Harvard, delapan puluh persen kekayaan AS berada di tangan 10 persen orang terkaya di negara itu. Kesenjangan antara kaum miskin dan kaum kaya terus meningkat. Angka dropout dari sekolah yang sebagian besar warga kulit hitam meningkat. Secara ekonomi Amerika memang masih ekonomi terbesar di dunia. Namun posisinya terus melorot.

Berbagai kekuatan baru muncul di dunia seperti China dan India. Munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti pada BRICS atau Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan mulai menandingi kekuatan negara-negara kaya dalam kancah ekonomi politik internasional. Negara-negara BRICS ini membentuk sebuah forum tertentu untuk membicarakan kekuatan ekonomi mereka. Diramalkan oleh Goldman Sach pada 2050, kekuatan ekonomi BRICS akan menandingi gabungan kekuatan negara-negara kaya saat ini

Sedangkan negara-negara maju lainnya seperti Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris akan mengalami stagnasi atau bahkan terus menurun. Sementara itu dilaporkan oleh berbagai media, negara-negara Eropa Barat terus mengalami kemerosotan. Bahkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut semakin menurun bahkan ada yang nol persen. Sewaktu PM Inggris datang ke Indonesia, ia sempat berkelakar minta 1 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk negaranya.

American Dreams kini menjadi sesuatu yang usang. Amerika kini adalah negara dengan sejuta masalah. Pemerintah AS hidup dari utang luar negeri. Politik Amerika dipenuhi dengan kelompok-kelompok pelobi dari perusahaan-perusahaan besar. Para pelobi ini berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah AS demi keuntungan mereka.

Kebijakan pemerintah AS tidak lagi untuk kepentingan rakyat semata, tapi juga untuk kepentingan-kepentingan perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan ini membiayai kampanye calon-calon anggota Senat dan Kongres AS. Sebagai balas jasa, anggota-anggota Senat dan Kongres akan membuat  kebijakan yang berpihak kepada mereka.

Hal ini disebut sebagai "corporatocray" atau pemerintahan yang diperintah oleh korporasi-korporasi multinasional. Kebijakan LN pemerintah AS sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan korporasi-korporasi ini. Invasi AS ke Irak bertujuan untuk menguasai minyak yang konsesinya akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan minyak yang dimiliki sebagian sahamnya oleh para petinggi AS.

Kemenangan George W. Bush sendiri tidak bisa dilepaskan dari peran para korporasi tersebut. Sementara itu di dalam negeri banyak hal yang harus dikorbankan. Pemerintah AS memotong anggaran untuk pendidikan, fasilitas publik, dan lain sebagainya.

Rakyat Amerika sendiri dikenal sangat konsumtif. Tidak jarang mereka hidup dari hutang. Jeffrey Sach menyebutnya sebagai "konsumsi yang menyolok".  Hiper konsumsi menjadi bagian dari gaya hidup mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun