Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik bukan Satu-satu Jalan Menuju Kemuliaan

29 Maret 2019   19:00 Diperbarui: 29 Maret 2019   19:40 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak 1998 yang lalu, politik Indonesia selalu bergemuruh dengan beragam wacana. Aktivitas politik dibebaskan oleh negara. Politik menjadi salah-satu bidang kemasyarakatan yang ramai oleh para aktivis. Politik bahkan menjadi industri yang melibatkan banyak orang. Dari konsultan komunikasi sampai pembuat sablon meraih keuntungan yang tidak sedikit. Masyarakat pun mulai demam politik. Politik menjadi pembicaraan dari warung kopi sampai hotel berbintang.

Politik di negeri ini melibatkan dana yang cukup besar. Tak heran, banyak orang ingin berkecimpung di bidang politik. Tak cukup dengan idealisme, banyak orang ingin mengeruk keuntungan dari politik. Politik menjadi sebuah bisnis. Kekuasaan dan pengaruh menjadi tujuan dari aktivitas politik. Atas nama demokrasi, pilpres dan pileg menjadi ajang pertaruhan kepentingan.

Agama pun dibawa-bawa. Dengan dalih tidak ada pemisahan antara agama dan politik, tak sedikit agamawan yang terjun ke politik praktis. Para politisi pun berusaha memperoleh legitimasi agama demi kepentingan politiknya. Sedangkan para agamawan berusaha memperoleh patron politik untuk kepentingannya.

Namun sebenarnya politik bukan satu-satunya jalan untuk memberi kontribusi bagi bangsa dan negara. Bahkan sebenarnya politik bukan satu-satunya jalan untuk memberi kebaikan bagi negeri ini. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Seorang guru bisa mengajar dengan baik untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Seorang polisi bisa menjaga keamanan untuk rakyat Indonesia.

Politik, jalan menuju kemuliaan?

Politik bukan satu-satunya menuju Tuhan. Memang menurut Aristoteles, politik merupakan salah-satu cara untuk mencapai kebahagiaan. Kalau kita melihat esensi politik menurut Plato dan Aristoteles, berpolitik merupakan satu kegiatan yang mulia. Politik adalah sarana untuk hidup bersama. Politik merupakan salah-satu sarana untuk membawa kemaslahatan untuk masyarakat.

Menurut ajaran agama Islam, politik juga dipandang sebagai suatu hal yang mulia. Asalkan dilakukan dengan baik dan untuk tujuan yang baik. Islam memandang politik sebagai sarana untuk menegakkan agama dan kebaikan bersama.

Salah-satu ajaran Islam di bidang politik yang sangat penting adalah musyawarah untuk mufakat. Musyawarah haruslah dilakukan untuk mencapai hasil yang terbaik. Musyawarah adalah sarana untuk menghimpun aspirasi masyarakat melalui wakil-wakilnya.

Lalu mengapa kini banyak warga negara Indonesia yang menjauhi politik? Hal ini tidak dilepaskan dari stigma kita sendiri terhadap politik. Politik dianggap sebagai jalan yang kotor dan penuh tipu daya. Para politisi digambarkan sebagai orang yang culas, licik, dan berusaha menang sendiri. Para politisi dianggap sebagai orang yang pandai bicara namun bermuka dua. Politik bertujuan untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan berbagai macam cara.

Mungkin mereka ini terpengaruh gaya berpikir a la Machiavelli. Ia dianggap sebagai pemikir politik realis. Ia menyarankan agar politisi bertindak seperti musang yang pandai berganti kulit. Machiavelli menyarankan cara-cara praktis untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Sebagai filsuf politik, cara berpikir Machiavelli benar-benar mampu mempengaruhi para politisi di era modern. Buku-buku Machiavelli mengisi rak-rak buku para politisi. 

Moral dan etika harus diasingkan dari politik. Yang berlaku di politik adalah real politik. Politik praktis yang bertujuan untuk meraih kekuasaan. Tak heran, para politisi gemar melakukan manuver-manuver politik tertentu untuk mengecoh lawan. Politik menjadi hal yang rasional. Politik sebagai tindakan etis sudah dibuang jauh-jauh dari real politik.  Manusia adalah makhluk politik atau political man menurut salah-satu pemikir politik.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk moral. Dalam melakukan suatu tindakan, ia selalu berpikir apakah hal itu sudah sesuai dengan moralitas yang ia anut. Tak jarang terjadi konflik di dalam dirinya antara melakukan sesuatu yang sesuai moral atau malah mengabaikannya begitu saja.

Hal ini tidak berlaku di bidang politik saja, tapi di seluruh bidang kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam politik, seharusnya moral menjadi panduan dalam melakukan tindakan politik. Tapi nyatanya tidak. Bahkan dalam negara demokrasi sekalipun, moral dan etika politik menjadi suatu hal yang relatif. Pemikiran Machiavelli terasa lebih praktis dari para pemikir politik yang moralis.  

Banyak politisi yang tidak mengindahkan fatsoen politik. Mereka melakukannya karena ambisi kekuasaan semata. Mahfud MD dalam sebuah diskusi di sebuah stasiun televisi pernah mengatakan bahwa yang bobrok di negara ini adalah moral politisi. Dalam penyusunan UU, banyak anggota DPR yang disogok untuk memuluskan pasal-pasal tertentu.

Banyak cara membangun bangsa

Kembali tema di atas, politik merupakan kegiatan yang mulia asalkan dilakukan dengan cara yang mulia. Kemuliaan tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang kotor pula. 

Oleh karena, sebagai anak bangsa kita harus berpikir apakah politik yang kita jalankan selama ini benar-benar bersih. Agaknya untuk mencapai 100 persen bersih belum tentu bisa. Sudah banyak peraturan dan undang-undang untuk memuluskan proses demokratisasi ini. Namun hal itu belum berhasil menjadikan politik kita bermoral. DPR menurut salah-satu survei menjadi lembaga terkorup di Indonesia.

Ada banyak jalan menuju Tuhan. Tidak harus lewat politik. Walaupun politik tetap penting. Ada banyak cara lain untuk mendekati-Nya. Manusia diberi jalan sesuai dengan kemampuannya. Kini mulai banyak komunitas yang dibentuk generasi milenial untuk mengekspresikan diri mereka.

Mereka tidak tergantung kepada pemerintah atau elit politik. Mereka berdiri mandiri. Memang kadang kala pemerintah memberi bantuan kepada mereka. Banyak cara untuk memberikan sumbangsih kepada bangsa ini. Sayangnya, cara-cara seperti ini kurang populer karena tidak diberitakan di media seperti gosip para artis dan politisi.

Politik sebagai salah-satu bidang kehidupan yang penting seharusnya diisi oleh orang-orang yang punya integritas. Sayangnya, di Indonesia praktik politik uang masih terjadi. Ini menjadi suatu hal yang ironi. Mentalitas sebagian besar rakyat Indonesia masih terpaku pada hal-hal yang material. Mereka belum mampu untuk mengukur kualitas calon legislatif.

Politik di Indonesia kini memang penuh glamour. Politik tidak dinilai sebagai sebuah perjuangan untuk mewujudkan nilai-nilai ideal. Agaknya kita masih jauh dari politik yang bermartabat. Wallahu a'alam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun