Debat Cawapres 01 dan 02 memang telah selesai. Debat ini membahas isu pendidikan, riset, ketenagakerjaan, dan sosial budaya. Masing-masing pihak telah memaparkan visi dan misinya mengenai isu-isu tersebut.Â
Namun terasa ada yang kurang dalam debat tersebut. Masing-masing cawapres memng telah memaparkan visi dan misinya dan mengeluarkan argumen-argumennya. Mereka mengklaim bisa mengeluarkan bangsa ini dari kabut gelap yang selama ini menghantui.
Hal yang utama adalah bidang pendidikan. Masing-masing cawapres berusaha memberikaan solusi atas masalah pendidikan. Namun mereka semua sepertinya tidak benar-benar mengerti masalah-masalah yang meliputi dunia pendidikan kita. Ada beberapa hal, menurut hemat saya, yang tidak atau kurang disinggung dalam debat antar cawapres tersebut.
Pertama, mereka tidak menyebutkan ranking Indonesia dalam PISA (Program for International Students Assessment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economics Cooperation and Development) yang hanya bertengger di urutan 63 dari 72 negara yang disurvai pada 2018. Padahal masalah ini merupakan suatu hal yang penting dan krusial. Walaupun mengalami kenaikan dan perbaikan, mereka tidak menjadikan rendahnya skor PISA ini sebagai masalah pendidikan yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Tidak ada sense of urgency mereka terhadap masalah ini. Padahal kondisinya sudah darurat.
Skor PISA tersebut menunjukan kemampuan membaca, matematika, dan sains anak-anak Indonesia. Rendahnya skor Indonesia tersebut diakibatkan kurang meratanya pendidikan.Â
Dari beberapa survai yang dilakukan oleh beberapa lembaga, kemampuan anak-anak Indonesia kalah oleh negara-negara Asia Timur dan Eropa. Bagaimana mungkin anak-anak Indonesia bisa bersaing dengan kondisi semacam ini?
Vietnam sudah jauh mengungguli Indonesia dalama kualitas pendidikan padahal negara ini dilanda perang yang menghancurkan kehidupan masyarakat di sana.
Kedua, mereka tidak sekalipun menyebut masalah literasi. Survai UNESCO menunjukkan hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang punya minat baca yang tinggi. Padahal kadar literasi menunjukkan kadar intelektualitas suatu bangsa. Tidak ada program yang mereka buat untuk mengatasi masalah ini. Minat baca masyarakat Indonesia hanya berada pada urutan 60 darii 61 negara yang disurvai oleh Connecticut State University, USA Â
Ketiga, mereka juga tidak membahas mengenai kompetensi guru dan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan). Padahal sumber masalah pendidikan Indonesia salah-satunya ada pada masalah kompetensi guru. Walaupun sudah ada sertifikasi, kompetensi guru masih memperihatinkan. Banyak guru yang dinilai kurang mampu dalam mengajar.
Kondisi LPTK yang kurang menguntungkan dan tidak dibahas dalam debat tersebut. Merosotnya wibawa guru di sekolah-sekolah kita tidak dibahas. Padahal mereka adalah ujung tombak pendidikan di negeri ini.
Di negara-negara maju, guru adalah profesi mulia yang diminati banyak lulusan SMU. Bahkan di Finlandia, hanya lulusan SMU terbaik yang bisa jadi guru dan digaji layak.
Keempat, masalah moral. Moral generasi muda yang semakin merosot tidak banyak menjadi perhatian. Padahal sejatinya pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu namun membentuk karakter peserta didik. Masalah moral merupakan satu hal yang sangat esensial. Kemerosotan suatu bangsa dimulai dari merosotnya moral warganya, terutama generasi muda.
Cawapres Sandiaga Uno cenderung melihat pendidikan dari segi ekonomi semata sesuai dengan profesinya sebagai pengusaha. Memang beliau sudah membaca namun belum mendalami masalah tersebut. Sandiaga bicara tentang link and match dalam pendidikan yang pernah diusung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro pada masa Orde Baru, penghapusan UN, dan sebagainya.
Sedangkan cawapres 01 KH. Ma'ruf Amin sepertinya tidak banyak mengetahui isu terkini di bidang pendidikan walaupun beliau pernah berprofesi sebagai guru dan dosen.
Debat antar cawapres kurang mampu mengulas isu-isu terkini di bidang pendidikan. Kebanyakan hanya berkutat pada isu-isu yang di permukaan saja, belum menyentuh substansi dari pendidikan itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H