Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ketidaksempurnaan Demokrasi

30 Desember 2017   01:29 Diperbarui: 30 Desember 2017   01:44 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: thestranger.com

Demokrasi lahir dari budaya Eropa. Fareed Zakaria, kolumnis majalah Newsweek mengatakan faktor penyebab mengapa negara-negara berbeda dalam menerima demokrasi adalah karena faktor budaya. Perbedaan budaya menyebabkan demokrasi bisa diterima di suatu negara tapi tidak bisa diterapkan di negara lain. Faktor sejarah juga menjadi satu hal yang penting. Setiap negara mempunyai sejarahnya masing-masing. Sejarahlah yang membentuk identitas politik dan budaya sebuah bangsa.

Pada perjuangan menentang kolonialisme, para pendiri bangsa-bangsa Dunia Ketiga juga mempertimbangkan demokrasi selain ideologi-ideologi seperi komunisme, sosialisme, monarki konstitusional, federasi, dan lain sebagainya. Banyak pro-kontra di dalamnya. Namun banyak di antara mereka memilih demokrasi. Mereka memahami demokrasi sebagai sistem yang akan menyertakan rakyat dalam proses pemerintahan.

Haji Agus Salim, Bung Hatta, Syahrir adalah pembela-pembela demokrasi. Mereka berasal dari Minangkabau dimana demokrasi merupakan salah-satu sendi kebudayaannya. Bung Hatta berpendapat bahwa bangsa Indonesia memiliki bentuk demokrasinya sendiri. Ia melihat demokrasi dalam bentuk musyawarah untuk mufakat sudah dipraktikkan di desa-desa di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia mempunyai bentuk demokrasinya sendiri yang berbeda dengan demokrasi di Barat.

Indonesia menerapkan demokrasi liberal sekarang ini disebabkan oleh tekanan dari IMF dan negara-negara Barat. Demokrasi yang dipaksakan ini berakibat dunia politik yang selalu gaduh seperti saat ini. Politik selalu ribut seolah tidak memperhatikan suasana batin rakyat Indonesia yang butuh ketenangan.

Indonesia memang dipuji karena berhasil mengawinkan Islam dan demokrasi. Namun hal itu membawa konsekuensi yang besar.  Bangsa Indonesia harus belajar kembali berdemokrasi seperti hal-halnya di negara-negara Barat. Eksperimentasi demokrasi di Indonesia sangat berat dan nyaris membawa bangsa ini ke lubang kehancuran. Untuk itu kita perlu merumuskan kembali demokrasi versi Indonesia yang mungkin lain daripada yang lain.

 

Penutup

Indonesia akan menghadapi banyak tantangan di masa depan. Demokrasi liberal tidak cocok diterapkan di Indonesia. Sifatnya yang tidak stabil membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi liberal dipaksakan oleh Barat kepada Indonesia. Mereka menghendaki Indonesia menjadi bangsa liberal. Oleh karena itu, kita harus merumuskan kembali demokrasi a la Indonesia.

Pembangunan demokratik cenderung menciptakan fragmentasi di antara masyarakat. Konflik horisontal dan vertikal tak jarang terjadi. Untuk meredam konflik dibutuhkan kearifan dari pemerintah untuk mengurai permasalahan yang ada di lapangan. Bangsa Indonesia harus diajak berpikir dengan kondisi yang ada. Hanya dengan menjadi bangsa yang berpikir yang bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun