Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orientalisme dan Budaya Populer

23 Agustus 2017   09:02 Diperbarui: 23 Agustus 2017   09:14 2163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selama berabad-abad hubungan Barat dan Timur selalu diliputi ketegangan bahkan permusuhan. Barat adalah lawan dari Timur. Dengan menggunakan logika oposisi biner, Timur selalu dicitrakan sebagai wilayah yang eksotis, feodal, mengandalkan perasaan daripada logika,  dan relijius. Sedangkan Barat dicitrakan sebagai peradaban yang modern, rasional, logis, demokratis, dan saintifik.

Studi Barat tentang dunia Timur disebut orientalisme. Di sini orang-orang Barat berusaha untuk mempelajari dan memahami Timur demi tujuan-tujuan imperialismenya. Para pakar Barat baik antropolog, sosiolog, maupun pakar ilmu sosial lainnnya mempelajari Timur untuk mengerti bagaimana orang timur berpikir dan merasa. Mereka mempelajarinya untuk menguasainya. Mereka --orang-orang Barat merasa lebih unggul dari orang Timur karena mereka berpikir logis.

Lewat orientalisme, mereka berusaha menundukkan dunia Timur. Dalam hal ini, Islam sebagian bagian dari dunia Timur maupun Barat merupakan suatu hal penting untuk dipelajari. Para orientalis ini mempelajari Islam dalam sudut pandang mereka sendiri bukan dari sudut pandang kaum Muslim. Maka tidak heran, bahwa pandangan mereka cenderung sinis, kritis, dan nyinyir. Mereka berusaha menemukan kelemahan Islam yang selama ratusan tahun menghantui Eropa.

Dan tidak hanya Islam, beragam aspek kebudayaan Timur berusaha mereka kuasai, baik itu peradaban Hindu, Budha, Konfusius. Namun Islam merupakan sebuah hal penting karena peradaban Islam pernah menerangi Eropa selama berabad-abad. Kontak mereka dengan dunia Islam pada abad pertengahan menyebabkan mereka mengenal peradaban. Eropa pada waktu itu hanyalah wilayah yang tercerai-berai akibat perang antar kerajaan dan agama. Selama beratus tahun, Eropa berada di dalam masa kegelapan (the dark ages) yang ditandai pola pikir takhayul, mistis, paganistik, dan fanatisme agama  yang berlebihan.

Salah-satu sebab mengapa kaum Muslim di Spanyol tidak melanjutkan operasi pembebasan melintasi Poittiers di Eropa Selatan adalah karena mereka menganggap orang-orang Eropa terlalu kasar dan dungu. Selain itu, mereka cenderung kotor dan iklimnya terlalu dingin.  Eropa pada masa kegelapan diwarnai kebodohan dan intoleransi antar umat seagama maupun antar agama. Perang antara penganut Katholik dan Protestan menewaskan dua pertiga penduduk Jerman. Di Inggris, para penganut Protestan dibakar hingga hangus. Berkat dengan kontak dengan masyarakat Muslimlah  lewat peradaban Islam di Andalusia dan perang Salib,  orang-orang Barat mengenal peradaban. Masyarakat Eropa pada waktu itu belum mengenal hidup bersih dan higienis seperti masyarakat Muslim yang wajib berwudhu setiap akan bersembahyang.  

Ketika perang Salib dilancarkan oleh Paus dan raja-raja Eropa, tentara-tentara Kristen menemukan sebuah peradaban yang jauh lebih maju dan lebih bermoral dari mereka. Mereka menemukan sebuah masyarakat yang teratur, bersih, sopan, berakhlak, dan lebih santun dari mereka. Namun nafsu berperang dan menaklukkan menyebabkan para tentara Salib ini kasar dan beringas.

Pengetahuan adalah kekuatan, kata Francis Bacon, seorang cendekiawan Barat dari masa Renaissance. Orang Barat meyakini betul pendapat ini. Mereka berusaha mempelajari budaya masyarakat setempat sebelum menjajah masyarakat tersebut. Mereka mengklaim bahwa studi mereka obyektif dan ilmiah. Pada kenyataannya tidak. Eropa yang mulai mengalami kemajuan dalam ilmu-ilmu sosial selalu bersikap ambivalen. Citra dunia Timur yang eksotis itu yang selalu dipertahankan hingga kini. Para wartawan, produser film, pemilik dan pekerja TV, yang didukung oleh kalangan akademis mencitrakan dunia Timur menurut persepsi yang mereka percayai yang lebih banyak bersifat mitos daripada fakta.

Dalam hal budaya populer, hal itu lebih tampak lagi. Budaya populer digunakan untuk menyebarkan sebuah citra tentang dunia Timur. Sebagai contoh adalah komik Tin Tin. Komik terbitan Perancis ini menggambarkan dunia Timur sebagai wilayah eksotik dan feodal. Para penguasa Timur Tengah dicitrakan sebagai penguasa yang haus kekuasan dan seks. Budaya populer merupakan medium yang ampuh untuk menyudutkaan citra Timur di mata orang-orang Barat. Citra lain lagi adalah bahwa Timur adalah masyarakat yang terkerangkeng dalam agama dan budaya serta fanatisme buta.

Ketika kita melihat film-film Holywood citra itu lebih tampak lagi. Barat mencitrakan Islam sebagai agama kekerasan dan fanatik. Istilah fanatik sendiri merupakan penghinaan bagi masyarakat Muslim. Masyarakat Barat sesungguhnya tidak benar-benar memahami Islam sehingga keliru mengidentifikasikan antara agama dan budaya.

Kolonialisasi pengetahuan ini tidak hanya mereka lakukan terhadap masyarakat Muslim di Timur Tengah maupun di Asia, tetapi juga terhadap penganut Hindu, Budha, dan Konfusius. Kolonialisasi ini bertujuan untuk mematikan tenaga penggerak peradaban yang mereka miliki. Selama beberapa masa hal ini berhasil. Namun peradaban-peradaban di dunia ini selalu memiliki alasan untuk bangkit. Setiap peradaban mempunyai vitalitas untuk kembali bangkit dan eksis. Setiap peradaban mampu memperbaharui dirinya sendiri.

Di balik budaya populer, pencitraan Timur sebagai wilayah yang terbelakang dan feodal terus dikampanyekan. Namun yang paling parah dari itu semua adalah masyarakat Islam yang terus-menerus dikampanyekan sebagai agama yang fanatik dan kejam. Lewat budaya populer, Islam dicitrakan secara berkesinambungan sebagai agama kekerasan yang lekat dengan terorisme. Pencitraan Islam sebagai agama yang ortodoks yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman dipopulerkan terus lewat berbagai media. Kalangan akademis pun tidak ketinggalan ikut mencitrakan Islam sebagai agama yang terkebelakang.

Media Barat selalu mem-blow-up berita-berita kekerasan yang diakukan para teroris Muslim, tetapi tidak pernah memberitakan kekerasan yang dilakukan tentaraa Israel terhadap rakyat Palestina. Media massa tidak pernah melakukan perenungan terhadap apa yang mereka lakukan. Media massa dikejar oleh tenggat waktu yang sangat ketat. Media massa di Barat dikuasai oleh segelintir orang yang berafiliasi pada Israel.

Edward Said, seorang cendekiawan Palestina, yang hidup di Barat adalah orang pertama yang mengkaji Orientalisme secara ilmiah. Ia menolak bias Barat yang selalu menyudutkan umat Islam. Dalam bukunya yang terkenal, Orientalism, Said mengkaji akar-akar Orientalisme yang dimulai sejak perang Salib. Barat tidak akan pernah jujur untuk mengungkapkan kepada dunia bahwa mereka berhutang budi kepada peradaban Islam selama berabad-abad. Bahkan orang-orang Yahudi Barat banyak yang enggan mengungkapkan bagaimana selama ratusan tahun para penguasa Muslim selalu melindungi kalangan Ahl Kitab (Yahudi dan Nasrani) karena hal tersebut diperintahkan al-Qur'an. Baik cendekiawan Yahudi dan Kristen Barat menyembunyikan fakta sejarah tersebut.

Namun sekarang beberapa cendekiawan Barat berlaku jujur kepada masyarakat dunia bahwa Barat berhutang budi kepada Islam. Pemikiran Islam yang cemerlang menerangi Barat dan dunia selama berabad-abad. Dan ketika peradaban Islam meredup maka peradaban Barat pun tampil menggantikannya. Tapi berbeda dengan peradaban Islam, peradaban Barat menyebarkan kolonialisme hampir ke seluruh dunia. Mereka menindas penduduk pribumi dan merampok hasil buminya.  Mereka melakukan kajian yang mereka anggap ilmiah untuk menundukkan penduduk lokal.

Peradaban Barat  kemudian berjaya setelah peradaban Islam, Hindu, dan Konfusius mengalami senjakala peradaban. Baru hampir 200 tahun peradaban Barat menguasai dunia, mereka sudah menyebarkan kekerasan ke hampir seluruh dunia. Frantz Fanon seorang intelektual Afrika menganalisis bagaimana Barat merasa lebih superior dari masyarakat-masyarakat lain di muka bumi. Barat dilanda superioritas dan menganggap kulit putih lebih baik dan mulia daripada non-Barat. Peradaban Barat merasa dirinya adalah penguasa dunia. Mereka menganggap seluruh dunia bergantung kepada mereka.

Cara pandang yang sekuler dan materialistis terlihat dari bagaimana menggambarkan dunia Timur dalam karya-karya budaya populer mereka. Film dan televisi menjadi sarana ampuh untuk mencitrakan dunia Timur ke seluruh dunia. Timur adalah bangsa-bangsa bodoh, terjerat utang luar negeri yang besar, dan terbelakang.  Padahal kalau kita mau menilik sejarah beberapa ratus tahun sebelum bangsa-bangsa Eropa menguasai, Afrika adalah tanah terkaya di dunia. Peradaban Islam, Hindu, dan Konfusius mendominasi dunia. Mereka tidak hanya secara materi, tetapi juga secara kultural dan spiritual.

Menurut analisis beberapa pakar, Barat mungkin masih akan jadi penguasa dunia untuk beberapa dekade ke depan. Namun para pakar memprediksikan bahwa Eropa akan mengalami degradasi peradaban. Barat dilanda krisis demografi yang parah ditandai dengan mundurnya angka kelahiran anak. Bangsa-bangsa Asia mulai merangsek maju menggantikan peradaban Barat. Kebangkitan China dan India dan negara-negara Asia lainnya akan menggantikan peradaban dunia di masa mendatang. Kemajuan bangsa-bangsa Asia tidak bisa dibendung lagi.  Wallahu a'lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun