“Mataku menerawang
Mencari pada setiap dunia
Kelembutan dan Cinta,
Sekarang terkunci pada Sasaran Mulia-
Dia yang Suci lagi Mempesona
Yang Keindahannya Menerangi Wujud.
Jiwaku menahan sebuah kerinduan besar.”
Dunia tasawuf selalu melahirkan puisi-puisi ketuhanan yang menyentuh. Tasawuf identik dengan nuansa kelembutan dan cinta kasih. Para sufi menempuh jalan cinta kepada Tuhan yang diibaratkan seorang Kekasih, Cinta yang sejati. Banyak penyair lahir dari rahim tasawuf seperti Sa’di as-Syirazi, Jalaluddin Rumi, dan Fariduddin Attar.
Salah-satu penyair sufi yang banyak dikenang orang adalah Syamsuddin Muhammad Hafizh atau biasa dipanggil Hafizh. Ia lahir di Syiraz, sebuah kota taman di Persia selatan kira-kira pada 1320 Masehi yang selamat dari serbuan tentara Mongol. Ia adalah penyair yang produktif hingga akhir hayatnya walaupun kehidupannya penuh cobaan.
Terlahir dari keluarga miskin, Hafizh harus bekerja sebagai pembuat roti di siang hari dan belajar di sekolah pada malam hari. Ia menonjol dalam berbagai pelajaran, seperti hukum-hukum al-Qur’an dan teologi, tata bahasa, sejarah, matematika dan astronomi.
Hafizh muda menggubah banyak syair, namun baru sejak usia 20-an, kecerdasan dan bakatnya sebagai penyair terlihat. Ia diangkat sebagai penyair kerajaan dan menjadi pengajar di sebuah perguruan tinggi. Namun puisi-puisi dianggap berani mendukung gagasan-gagasan yang menentang kelompok ortodoks . Ia dipecat dari jabatannya dan berpindah-pindah pekerjaan sebagai perancang sketsa yang terampil dan penulis naskah profesional. Ia juga menguasai kaligrafi yang dianggap sebagai seni yang sangat tinggi pada masa itu.