Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Renaissans Asia

8 Juni 2016   03:32 Diperbarui: 8 Juni 2016   03:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Anda yang pernah mendengar istilah “Renaissans Asia” mungkin akan mengaitkan wacana ini pada mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Tidak salah memang, karena Anwar Ibrahim pernah menulis buku berjudul “Renaissans Asia” yang pernah diterbitkan oleh salah-satu penerbit buku Indonesia.

Tesis Anwar adalah masyarakat Asia sudah bangkit dan menjadi lebih maju dibandingkan beberapa waktu lalu. Kebangkitan Asia sudah tidak dapat dibendung lagi.  Para ilmuwan sosial mengaitkan hal ini pada masa sebelum krisis ekonomi 1998. Saat ini istilah “macan Asia” begitu mengemuka dalam geoekonomi dan geopolitik.. Kebangkitan China, Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan dalam peta ekonomi-politik internasional seakan mengalahkan peranan negara-negara Barat. Bahkan Indonesia, Malaysia, dan Thailand diprediksikan sebagai negara industri baru (newly industrial countries) yang segera menyusul para macan Asia.

Kebangkitan negara-negara Asia sebagai negara industri baru lebih cepat daripada revolusi Eropa dan Amerika. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) membutuhkan waktu puluhan tahun bahka ratusan tahun untuk menggandakan perekonomiannya. Sedangkan negara-negara Asia hanya butuh beberapa dekade saja. Hal ini sungguh mencengangkan bagi pengamat dan ilmuwan ekonomi dan politik. Apa sebabnya?

Sebabnya karena negara-negara Asia berhasil memodernisasi ekonomi dan industri lebih cepat dari apa yang dilakukan negara-negara Barat. Berkat pemerintahan yang otoriter, perekonomian tumbuh secara masif dan didukung oleh negara.  Negara-negara Asia mempraktekkah teori modernisasi Barat yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan negara-negara tersebut. Indonesia, misalnya, memodernisasi perekonomiannya dimulai dari revolusi hijau di bidang pertanian pada pelita I. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan pada mekanisasi pertanian di pembangunan lima tahun kedua (pelita II).

Kerja sama ASEAN telah berakibat positif bagi kemajuan kawasasan Asia Tenggara. Kini konflik antar negara-negara ASEAN bisa dikatakan mereda. Kerja sama ASEAN semakin mengemuka dan semakin erat. Militer di negara-negara Asia saling bekerja sama untuk mengatasi masalah-masalah bersama.

Renaissans Asia menurut Anwar telah terjadi dan segera menjadi hemisfer baru dunia. Indonesia dan Malaysia, dua negeri Muslim, menjadi sorotan dunia karena faktor Islam. Saat itu Islam diidentikkan dengan keterbelakangan dan kemiskinan. Kini kemajuan Indonesia dan Malaysia membelalakkan dunia. Ternyata kaum muslimin di kedua negara tersebut adalah masyarakat yang modern dan mampu berkompetisi dengan negara-negara konfusian dan Barat.

Namun renaissans Asia tidak berarti ASEAN menerima demokrasi.  Asia mempunyai nilai-nilainya sendiri yang berbeda dengan nilai-nilai Barat. Kita kemudian mengenal istilah “Asian Values” yang dipopulerkan oleh alm. Lee Kuan Yew saat memimpin Singapura. Hal ini dilakukan untuk mengelak dorongan dari negara-negara Barat yang mencoba memaksakan demokrasi kepada negara-negara Asia. Saat ini di Asia Tenggara hanya ada dua negara demokratis seperi Indonesia, Thailand, dan Myanwar. Negara Barat memaksakan agar negara-negara Asia menerima Hak Asasi Manusia (HAM) dalam tata kelola pemerintahannya. Namun Lee dengan tegas menyatakan bahwa budaya Asia berbeda dengan budaya Barat.

Tindakan Lee seolah membenarkan authoritaniasme yang dipraktekkan oleh beberapa negara Asia. Pasca krisis 1998, beberapa negara ASEAN mulai bangkit kembali.  Mereka terpaksa meminjam uang dari IMF dan Bank Dunia. Hal ini jelas tidak mengenakkan. IMF dan Bank Dunia mendiktekan keinginan mereka sebagai resep keluar dari krisis ekonomi. Namun beberapa negara ASEAN mencoba melepaskan diri dari IMF dan Bank Dunia.  Malaysia jelas-jelas tidak mau berutang kepada IMF dan Bank Dunia. Sedangkan Indonesia adalah negara yang paling parah menerima krisis ekonomi. Saat ini pun para pemimpin Indonesia saling berembuk dalam mengatasi krisis yang panjang ini.

Kasus ASEAN berbeda dengan kawasan Amerika latin di mana banyak negara menyatakan tidak mampu membayar utang mereka kepada IMF. Sedangkan di Thailand, rakyat dan negara terang-terangan mengumpulkan uang dan emas kepada negara untuk membayar utang luar negeri. Indonesi pernah mengalami masa yang lama berhutang kepada IMF. Pada masa Presiden SBY, utang luar negeri Indonesia telah dibayar lunas agar pembangunan Indonesia tidak tergantung pada asing.

Indonesia saat ini menurut mantan wakil Presiden, Boediono, is right on track. Indonesia adalah negara muslim terbesar yang mempraktekkan demokrasi sebagai sistem politik. Indonesia sudah masuk ke era pasar bebas. ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah diberlakukan. Indonesia siap menghadapi berbagai tantangan dalam kedua hal tersebut, menurut Boediono. Boediono juga mengatakan Indonesia berhasil mengadakan lima kali pemilu dengan sukses tanpa kekerasan yang signifikan.

Masih relevankan Renaissans Asia?

Sebagai sebuah wacana tentu saja menjadi lebih relevan.  Fakta yang sulit dibantah bahwa memang masyarakat Asia mulai bergerak maju. Merekan meninggalkan paham-paham sosialisme dan komunisme dan mulai mempraktekkan ilmu ekonomi kapitalis. Vietnam yang pernah hancur akibat pendudukan Amerika, misalnya, berusaha mentransformasi dirinya menjadi sebuah negeri industri baru. Generasi muda Vietnam telah meninggalkan ajaran-ajaran sosialisme dan pendiri negara Vietnam Ho Chi Minh. Mereka mulai mempelajari ekonomi Barat.

Negara-negara ASEAN mempraktekkan pasar bebas bagi diri mereka sendiri. Sedangkan bagi China, renaissans Asia menjadi suatu momentum untuk mendapatkan kejayaan kembali. Negara-negara Asia tidak dapat disebut remeh bagi Uni Eropa dan AS. Kunjungan Presiden Barack Obama ke beberapa konferensi negara-negara Asia membuktikan Amerika berupaya merangkul negara-negara ASEAN. Hal ini tidak lain merupakan ekses dari Perang Dagang antara Amerika dan China.

Kemajuan Asia dapat dilihat dari kemajuan China dan India. India berusaha menjadi mitra dialog di antara negara-negara Asia. Sedangkan China mencoba menjadikan negara-negara ASEAN sebagai mitra dagangnya yang utama. China berkaca pada sejarahnya di masa lampau di mana para dinasti China telah membuka hubungan dagang dengan negara-negara di sekelilingnya. Faktor China perantauan menjadi suatu hal yang penting dalam hubungan China-ASEAN. Sebagian masyarakat China perantauan adalah penggerak perekonomian negara-negara ASEAN. Mereka adalah industrialis dan pengusaha yang handal. Namun masalah China perantauan menjadi batu sandungan dalam hubungan China-ASEAN. Mereka dianggap sebagai economic animal yang sangat mendominasi perekonomian negara-negara ASEAN. Kerusuhan sosial dan politik diakibatkan kurang meratanya kue ekonomi telah menyebabkan instabilitas ekonomi dan politik.

Hanya Indonesia, Thailand, Myanmar, dan Filipina yang dapat dikatagorikan sebagai negara demokrasi. Sisanya adalah negara-negara semi demokrasi atau otoriter.  Singapura, Malaysia, Kamboja, Laos, dan Vietnam adalah negara-negara yang tidak demokratis. Namun hal itu tidak menjadi halangan bagi kerja sama ASEAN yang lebih luas.

Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN dan nomor dua di Asia, setelah India. Negeri ini kerap dilanda instabilitas politik. Sedangkan pembangunan ekonomi terus berjalan. Masalah demokrasi yang selalu dipaksakan oleh Barat kepada negara-negara ASEAN telah menjadi isu internal di kalangan masyarakat ASEAN. Banyak negara ASEAN yang tidak bisa menerima demokrasi. Ideologi ini adalah sesuatu yang asing bagi kebudayaan Asia Tenggara. Hanya  Indonesia yang terpaksa menerima demokrasi karena majemuknya etnis dan budaya di ASEAN. Demokrasi menjadi suatu hal yang belum dapat diterima secara umum di negara-negara ASEAN.

Renaissans Asia adalah sebuah keniscayaan. Kebangkitan Asia sudah ada di depan mata. Amerika dan Uni Eropa akan meredup. Saat ini bangsa-bangsa Asia, menurut Kishore Mahbubani, sedang berderap menuju modernitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun