Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Renaissans Asia

8 Juni 2016   03:32 Diperbarui: 8 Juni 2016   03:46 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai sebuah wacana tentu saja menjadi lebih relevan.  Fakta yang sulit dibantah bahwa memang masyarakat Asia mulai bergerak maju. Merekan meninggalkan paham-paham sosialisme dan komunisme dan mulai mempraktekkan ilmu ekonomi kapitalis. Vietnam yang pernah hancur akibat pendudukan Amerika, misalnya, berusaha mentransformasi dirinya menjadi sebuah negeri industri baru. Generasi muda Vietnam telah meninggalkan ajaran-ajaran sosialisme dan pendiri negara Vietnam Ho Chi Minh. Mereka mulai mempelajari ekonomi Barat.

Negara-negara ASEAN mempraktekkan pasar bebas bagi diri mereka sendiri. Sedangkan bagi China, renaissans Asia menjadi suatu momentum untuk mendapatkan kejayaan kembali. Negara-negara Asia tidak dapat disebut remeh bagi Uni Eropa dan AS. Kunjungan Presiden Barack Obama ke beberapa konferensi negara-negara Asia membuktikan Amerika berupaya merangkul negara-negara ASEAN. Hal ini tidak lain merupakan ekses dari Perang Dagang antara Amerika dan China.

Kemajuan Asia dapat dilihat dari kemajuan China dan India. India berusaha menjadi mitra dialog di antara negara-negara Asia. Sedangkan China mencoba menjadikan negara-negara ASEAN sebagai mitra dagangnya yang utama. China berkaca pada sejarahnya di masa lampau di mana para dinasti China telah membuka hubungan dagang dengan negara-negara di sekelilingnya. Faktor China perantauan menjadi suatu hal yang penting dalam hubungan China-ASEAN. Sebagian masyarakat China perantauan adalah penggerak perekonomian negara-negara ASEAN. Mereka adalah industrialis dan pengusaha yang handal. Namun masalah China perantauan menjadi batu sandungan dalam hubungan China-ASEAN. Mereka dianggap sebagai economic animal yang sangat mendominasi perekonomian negara-negara ASEAN. Kerusuhan sosial dan politik diakibatkan kurang meratanya kue ekonomi telah menyebabkan instabilitas ekonomi dan politik.

Hanya Indonesia, Thailand, Myanmar, dan Filipina yang dapat dikatagorikan sebagai negara demokrasi. Sisanya adalah negara-negara semi demokrasi atau otoriter.  Singapura, Malaysia, Kamboja, Laos, dan Vietnam adalah negara-negara yang tidak demokratis. Namun hal itu tidak menjadi halangan bagi kerja sama ASEAN yang lebih luas.

Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN dan nomor dua di Asia, setelah India. Negeri ini kerap dilanda instabilitas politik. Sedangkan pembangunan ekonomi terus berjalan. Masalah demokrasi yang selalu dipaksakan oleh Barat kepada negara-negara ASEAN telah menjadi isu internal di kalangan masyarakat ASEAN. Banyak negara ASEAN yang tidak bisa menerima demokrasi. Ideologi ini adalah sesuatu yang asing bagi kebudayaan Asia Tenggara. Hanya  Indonesia yang terpaksa menerima demokrasi karena majemuknya etnis dan budaya di ASEAN. Demokrasi menjadi suatu hal yang belum dapat diterima secara umum di negara-negara ASEAN.

Renaissans Asia adalah sebuah keniscayaan. Kebangkitan Asia sudah ada di depan mata. Amerika dan Uni Eropa akan meredup. Saat ini bangsa-bangsa Asia, menurut Kishore Mahbubani, sedang berderap menuju modernitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun