Dua tahun belakangan dunia tengah dilanda wabah yang dikenal dengan pandemi coronavirus disease (COVID-19). Munculnya wabah yang kemudian meluas ke seluruh dunia ini rupanya memberikan dampak yang begitu besar di segala aspek kehidupan. Di Indonesia sendiri pandemi membawa dampak pada berbagai aspek mulai dari ekonomi, sosial, politik, pendidikan, teknologi serta banyak lainnya. Â Tidak hanya itu, interaksi antar manusia pun berubah sebagai dampak dari adanya pandemi yang melanda dunia.
Pada awal tahun 2020 pemerintah menetapkan peraturan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah, baik pekerjaan dan segala aktivitas  kegiatan lainnya sebagai bentuk pencegahan meluasnya penyebaran virus COVID-19. Sejak peraturan tersebut ditetapkan, segala bentuk interaksi juga dialihkan menggunakan media secara daring. Mulai dari bekerja, sekolah, belanja, jual beli dan segala bentuk interaksi dilaksanakan secara virtual melalui gawai dan media dari rumah masing-masing.
Hal ini tentunya juga membuat banyak developer aplikasi dan media terus berinisiatif agar dapat mengembangkan serta meningkatkan kualitas media yang mereka buat. Harapannya tentu inovasi yang muncul dapat menciptakan keseimbangan dalam "tatanan" kehidupan dan pola interaksi yang baru dengan basis digital di masa pandemi.
Singkat cerita, berkembanglah banyak aplikasi dan media digital berbasis online yang dioperasikan dengan gawai. Aplikasi yang sudah lama muncul pun menjadi tren kembali dengan adanya fitur yang diperbarui. Sebut saja Instagram yang hadir dengan fitur berbagi video singkat atau dikenal dengan "reels" atau YouTube dengan fitur "shorts video".
Pembaruan fitur pada aplikasi seperti Instagram, TikTok dan YouTube rupanya menjadi tren yang begitu digemari. Banyak pengguna yang berlomba-lomba meramaikan penggunaan fitur baru tersebut. Salah satu yang menjadi tren akhir-akhir ini adalah fitur stiker "Add Yours"Â pada aplikasi Instagram. "Add Yours" sendiri merupakan fitur terbaru dari Instagram dimana pengguna dapat membuat utas yang bersifat publik pada stories sehingga dapat dilihat oleh pengguna lain. Dengan fitur "Add Yours" pengguna dapat membuat wadah untuk meminta pengguna lain mengisi ceritanya ke dalam utas tersebut. Saat ini jumlah utas "Add Yours" yang dibuat di aplikasi Instagram tidak terhingga jumlahnya dan terus bertambah setiap harinya.
Jika anda adalah pengguna aplikasi media sosial Instagram yang cukup aktif, maka anda mungkin mengetahui bahwa fitur ini menyenangkan. Anda dapat mengetahui dan terhubung dengan orang di seluruh dunia dan menyaksikan cerita mereka. Interaksi digital semacam ini tentunya memiliki banyak manfaat dan sisi efisien. Namun, ada pula bahaya yang menghantui dari munculnya tren fitur "Add Yours" di Instagram.
Sebagai contoh, baru-baru ini media Twitter di Indonesia dihebohkan dengan utas yang menceritakan seorang wanita menjadi korban kejahatan di dunia digital. Data pribadi wanita tersebut disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan penipuan berbasis online oleh pelaku. Mirisnya, data pribadi korban dengan mudahnya didapat pelaku dari kegiatannya berbagi cerita pada fitur stiker "Add Yours"Â di media Instagram.
Akun pengguna bernama Dita Moehctar membagikan sebuah utas yang menceritakan seorang temannya yang menjadi korban penipuan. Utas mengenai cerita kejadian tidak mengenakkan ini diunggah pada 23 November 2021 di media Twitter yang kemudian menjadi trending.
"Pagi tadi temen saya telepon, nangis-nangis abis ditipu katanya. Biasalah, penipu yang telepon minta transfer gitu. Yang bikin temen saya percaya, si penipu manggil dia "Pim". "Pim" adalah panggilan kecil teman saya, yang hanya orang dekat yang tahu. Terus dia inget dia abis ikutan ini," tulis akun pengguna Dita Moechtar di Twitter.
Setelah meluasnya berita ini bahkan ke media sosial selain Twitter, kemudian muncul begitu banyak tanggapan atas terjadinya kasus kejahatan ini. Rupanya bentuk kejahatan seperti ini tidak lepas dari fenomena FOMO. Dikutip dari Alodokter.com FOMO yang merupakan singkatan dari fear of missing out kerap dikaitkan dengan kecanduan terhadap media sosial. Perilaku ini ditandai dengan rasa takut atau khawatir berlebihan apabila tidak mengetahui berita atau tren terkini.
Fenomena ini mungkin terdengar sepele, terutama di masa pandemi saat ini dimana orang lebih banyak berinteraksi dan beraktivitas menggunakan media sosial dan gawai. Namun, tren fitur stiker "Add Yours"Â menjadi ajang untuk banyak orang "bersaing" di dalam tren. Hal inilah yang kemudian membuat orang secara tidak sadar menjadi lengah dalam membagikan identitas data diri pribadi dan tidak menjaga hak privasinya.Â
Tren ini sebetulnya berlangsung dengan sederhana, pengguna hanya membagikan gambar atau cerita pada stiker yang dibuat seperti misalnya foto masa kecil, tempat bekerja, tempat yang pernah dikunjungi, musik kesukaan dan lain sebagainya. Namun hal yang sifatnya lebih personal pun pada akhirnya menjadi bagian dari tren fitur stiker "Add Yours" seperti misalnya nama panggilan, usia, jumlah saudara, nama orang tua bahkan hingga alamat tempat tinggal dan tanda tangan.
Kejadian ini lantas juga menuai banyak respon dari warganet di sosial media yang kemudian mengingatkan agar lebih berhati-hati dan waspada sebab ada saja oknum yang memanfaatkan situasi terutama ketika kita lengah. Sejak tren ini muncul sudah sangat banyak pengguna yang meramaikan tren ini sehingga fenomena FOMO menjadi semakin tinggi.
Lalu bagaimana kemudian kita menggunakan media sosial dengan baik? Hal yang perlu kita pahami adalah bahwa media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook dan sebagainya merupakan media yang bersifat publik. Sifat publisitas media sosial berarti apa yang kita unggah dapat diakses dan dilihat oleh orang lain. Selanjutnya kita juga perlu mengetahui batasan-batasan dalam mengunggah sesuatu di media sosial terutama yang terkait dengan hak privasi pribadi maupun hak orang lain agar tidak oversharing yang pada akhirnya berpotensi merugikan diri sendiri dan/atau orang lain.
Kita tidak perlu khawatir akan ketertinggalan yang kita dapatkan ketika tidak mengikuti sebuah tren. Fenomena FOMO menyangkut emosi dan perasaan sehingga hal itu harus dapat kita kendalikan. Dengan pola pikir yang jernih dalam menggunakan media sosial tentunya kita berharap dapat menggunakan media sosial dengan baik.Â
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa media sosial dapat menimbulkan dampak yang serius terhadap penggunanya baik secara emosi dan pemikiran, sehingga dengan demikian kebijakan pengguna sangatlah dibutuhkan dalam penggunaan media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H