Dewasa ini, sering terdengar banyak kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di dunia digital terutama media sosial. Beberapa waktu terakhir, kondisi dunia memang membuat banyak orang lebih menghabiskan waktu secara online. Namun, bertambahnya intensitas interaksi secara online ini rupanya menimbulkan tantangan baru berupa kekerasan berbasis gender online (KBGO).Â
Bentuk kekerasan yang sering terjadi di dunia digital khususnya media sosial misalnya adalah verbal abuse, body shamming, ancaman kepada seseorang atau suatu pihak, kekerasan dan pelecehan seksual serta cyberbullying. Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi dan terus menyasar korban-korban lainnya yang secara spesifik dibahas dalam kesempatan ini adalah kaum perempuan.
Stigma atau pandangan bahwa perempuan adalah kaum yang lemah dan merupakan objek kekerasan rupanya masih menjadi isu yang perlu perhatian untuk ditangani hingga saat ini.Â
Pasalnya, pandangan semacam ini tentunya merendahkan perempuan secara klasifikasi gender dan cenderung bersifat negatif serta merugikan.Â
Sebuah obrolan via live Instagram bernama #RealTalk: Bye, Haters! Ini Cara Ariel Tatum Hadapi Kekerasan Online yang merupakan rangkaian dari acara Pejuang Pulih Festival 2021 berkesempatan untuk membahas isu kekerasan berbasis gender online di media sosial ini.
Sesi obrolan yang juga bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yakni 25 November ini turut menghadirkan Ariel Tatum sebagai figur publik sekaligus pejuang kesehatan mental, Judithya Pitana sebagai Editor-in-Chief Popbela.com dan Prita Yuli Maharani sebagai seorang psikolog dari layanan meditasi & konseling online, Riliv.Â
"Kekerasan berbasis gender online atau KBGO sendiri sebetulnya adalah segala perilaku negatif berbasis gender kepada perempuan maupun laki-laki yang dilakukan secara online di media sosial.Â
Dampak kekerasan berbasis gender ini sendiri dapat disimpulkan menjadi tiga konsekuensi, yakni konsekuensi pada sisi sosial, konsekuensi kesehatan fisik dan konsekuensi pada sisi psikologis yang bersifat negatif seperti misalnya depresi, kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (selfharm), meningkatnya insecuritas diri dan sebagainya," jelas Prita.Â
Judith menyampaikan bahwa Popbela.com hadir sebagai platform dengan mengemban misi women empowerment untuk membela hak perempuan.Â
Tidak hanya itu campaign dan kegiatan dari Popbela.com juga memiliki tujuan agar perempuan dapat membela diri dan haknya di tengah banyaknya kasus kekerasan berbasis gender belakangan ini. Sejak 2017 Popbela.com telah banyak mengadakan campaign serta menyelenggarakan event-event untuk membela hak-hak perempuan.Â
Ariel yang merupakan figur publik ternyata juga pernah mengalami kekerasan berbasis gender online. Hal ini ia temui pada komentar maupun pesan dari pelaku kekerasan di akun instagram pribadinya. Bentuk kekerasan yang ia temui adalah body shamming dan bentuk ancaman orang lain terhadap dirinya.
"Ironinya adalah masih ada orang atau masyarakat yang tidak sadar bahwa bentuk kekerasan semacam itu bukanlah sesuatu yang patut untuk disampaikan ke orang lain," kata Ariel bercerita. Ariel menambahkan bahwa hal tersebut memilki dampak yang besar terhadap diri seseorang yang menjadi korban.
Obrolan ini juga dilanjutkan dengan membahas Popbela.com yang menginisiasi Pejuang Pulih untuk mereka yang mengalami anxiety dan trauma sebab kekerasan yang pernah dialami. Pejuang Pulih merupakan inisiatif dari Popbela.com yang bertujuan untuk mengajak kaum perempuan yang sempat mengalami kekerasan berbasis gender agar dapat bangun dan pulih kembali.
Ariel juga berkesempatan membagikan kiat-kiat untuk melawan kekerasan berbasis gender online yang ia lakukan seperti misalnya memberi respon tegas kepada pelaku dengan tujuan mengedukasi bahwa hal tersebut tidak seharusnya dilakukan.Â
Selanjutnya apabila kekerasan tersebut ditemui di sosial media maka langkah yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan fitur-fitur di aplikasi media sosial untuk menghindarkan diri kita dari kekerasan di dunia digital.Â
Fitur-fitur yang dapat digunakan seperti misalnya fitur blokir, fitur saring komentar serta fitur untuk membatasi akun yang dapat menjangkau akun kita. Bahkan apabila pelaku kekerasan sudah dirasa berlebihan maka kita dapat melaporkan akun pelaku agar mereka mendapat sanksi.
Selain itu, Prita menambahkan bahwa kontrol diri akan sesuatu yang dihadapi ada pada diri sendiri, sehingga hal yang paling mungkin dapat dilakukan pertama kali adalah menerima bahwa diri kita tidak dapat menjadi sempurna. Diri kita tentunya juga memiliki kekurangan dan kita tidak dapat selalu membuat orang lain merasa senang, namun tidak ada yang salah dengan hal itu.Â
Cara lain yang dibagikan Prita adalah tidak menanggapi bentuk tindakan negatif orang lain. Sekalipun tindakan tersebut perlu dihadapi maka menghadapinya adalah dengan cara yang tidak perlu serius. Sebab, apabila dihadapin dengan tanggapan yang serius tentunya akan sangat melelahkan dan tidak ada ujungnya justru merugikan diri kita.Â
Hal lain yang perlu diterapkan adalah mencintai diri sendiri. Bentuk mencintai diri sendiri adalah menerima dan mengapresiasi sebaik mungkin segala sesuatu yang ada pada diri kita. Kita dapat juga melakukan hal membuat kita bahagia sebagai bentuk mencintai diri sendiri selagi itu tidak merugikan orang lain.
"Kita memang perlu bersikap baik kepada orang lain, namun tidak kalah pentingnya untuk bersikap baik pada diri sendiri. Berbuat baik, berkata yang baik juga memberi apresiasi baik pada diri sendiri adalah bentuk mencintai diri sendiri," ujar Judithya di akhir sesi obrolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H