Pertanian adalah urat nadi ketahanan pangan Indonesia. Sektor pertanian Indonesia tidak hanya menyediakan kebutuhan dasar bagi lebih dari 270 juta penduduk, tetapi juga menyokong perekonomian dan stabilitas sosial. Namun, sektor yang menjadi tulang punggung negeri ini justru menghadapi krisis yang mengkhawatirkan: berkurangnya tenaga kerja, terutama generasi muda.
Rata-rata usia produktif petani mencapai lebih dari 40 tahun, diikuti jumlah petani milenial (19-39 tahun) sebanyak 6,18 juta orang dari total petani di Indonesia yang sebanyak 28,19 juta orang menjadi salah satu data dalam Sensus Pertanian (ST) 2023 yang diadakan oleh Badan Pusat Stastistik.
Mayoritas tenaga kerja pertanian kini berusia lanjut, sementara generasi muda semakin menjauh dari ladang. Urbanisasi yang masif, rendahnya insentif ekonomi, dan alih fungsi lahan telah menciptakan jurang yang dalam antara kebutuhan pangan dan sumber daya manusia di sektor ini.
Jika situasi ini tidak segera ditangani, masa depan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia akan berada di ujung tanduk. Tanpa regenerasi petani, dukungan teknologi yang inklusif, dan kebijakan yang berpihak pada revitalisasi sektor pertanian, kita mungkin menghadapi masa depan di mana pangan tidak lagi diproduksi oleh tangan bangsa sendiri. Apakah kita siap membayar harga mahal (ketergantungan pada negara lain) hanya karena gagal memperbaiki sistem agraris kita sendiri?
Berkurangnya Tenaga Kerja Pertanian Menyebabkan Penurunan Produksi Pangan
Menurut data Sensus Pertanian 2023, jumlah petani di Indonesia mengalami penurunan sebesar 7,42% dalam sepuluh tahun terakhir, dari 31,70 juta menjadi 29,34 juta orang. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa proporsi petani muda terus menurun, sementara petani berusia tua semakin mendominasi sektor ini.
Migrasi penduduk dari desa ke kota sering kali dipicu oleh pencarian peluang ekonomi yang lebih baik. Generasi muda cenderung meninggalkan pertanian untuk mencari pekerjaan di sektor yang menawarkan gaji lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik. Akibatnya, desa-desa mengalami kekurangan tenaga kerja yang parah, sehingga banyak lahan pertanian tidak terolah dengan optimal.
Penurunan produktivitas juga meningkatkan ketergantungan pada impor pangan. Ketika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan, Indonesia harus mengimpor komoditas seperti beras, gandum, dan kedelai. Kondisi ini melemahkan kedaulatan pangan dan berpotensi menyebabkan lonjakan harga pangan di pasar domestik.
Ketergantungan pada Teknologi Saja Tidak Akan Cukup Tanpa Regenerasi Tenaga Kerja
Teknologi dalam sektor pertanian sering kali dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Mekanisasi dan penerapan teknologi pertanian modern memang memiliki potensi untuk meningkatkan hasil panen dan mengurangi beban kerja fisik.
Namun, alat-alat ini tidak dapat sepenuhnya menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja manusia, terutama dalam proses-proses yang memerlukan keahlian dan pengetahuan lokal. Misalnya, dalam pengelolaan lahan, pemilihan varietas tanaman yang tepat, serta teknik pemeliharaan tanaman, keterampilan petani sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan pertanian. Tanpa adanya regenerasi tenaga kerja yang terampil, investasi dalam teknologi akan menjadi sia-sia.
Solusi untuk Mendorong Regenerasi Tenaga Kerja Pertanian
Pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendorong generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Contohnya, pemberian subsidi kepada para calon petani baru, pelatihan formal yang spesifik terkait dengan praktik pertanian modern, ataupun program magang yang memungkinkan mereka untuk merasakan sendiri dinamika hidup sebagai petani. Program-program ini akan memberikan perspektif baru bagi generasi muda tentang pentingnya sektor agraris dalam ekonomi nasional.
Selain itu, peningkatan kesejahteraan petani juga merupakan hal yang sangat penting. Mereka perlu diberikan insentif finansial yang cukup untuk membiayai operasional harian hingga investasi jangka panjang. Jaminan harga yang stabil untuk produk-produk pertanian juga sangat dibutuhkan guna menghindari fluktuasi harga yang dapat mempengaruhi pendapatan petani. Dengan demikian, motivasi mereka untuk terus berkecimpung di lapangan sawah akan meningkat, dan tentunya akan berdampak positif pada overall produksi pangan nasional.
Terakhir, inovasi dan teknologi dalam sektor pertanian haruslah mudah diakses dan diadaptasi oleh para petani kecil tanpa mengabaikan kebutuhan akan tenaga kerja manusia. Sebagai contoh, penggunaan traktor mini yang ramah lingkungan dan relatif murah dapat membantu meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Dengan pendekatan yang holistik ini, diharapkan sektor pertanian Indonesia tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H