Hannum Nabella Kusumaratih (222111035)
HES 5E
1. Analisis Kasus Hukum Perdagangan Orang dengan Perspektif Positivisme Hukum:
Kasus perdagangan orang adalah contoh pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, yang sering kali terjadi di berbagai wilayah, termasuk Indonesia. Salah satu contoh kasusnya adalah Kasus Perdagangan Orang di Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana para korban dieksploitasi untuk bekerja di luar negeri dengan iming-iming pekerjaan layak, tetapi justru dijadikan buruh paksa atau mengalami kekerasan.
Dari perspektif positivisme hukum, analisis terhadap kasus ini akan berfokus pada penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Menurut pendekatan positivisme, hukum tertulis inilah yang menjadi dasar untuk memutuskan kasus tersebut. Pengadilan akan mengevaluasi bukti dan fakta berdasarkan hukum positif yang berlaku tanpa mempertimbangkan faktor moralitas atau kondisi sosial-ekonomi korban. Selama ketentuan dalam undang-undang terpenuhi, maka proses hukum dijalankan sesuai aturan hukum yang ada, terlepas dari moralitas tindakan tersebut.
2. Apa Itu Mazhab Hukum Positivisme?
Mazhab hukum positivisme adalah pandangan yang menegaskan bahwa hukum adalah aturan-aturan yang dikeluarkan oleh otoritas yang sah (seperti pemerintah) dan bahwa hukum tersebut harus diikuti terlepas dari apakah hukum itu dianggap adil atau bermoral. Dalam mazhab ini, hukum dipisahkan dari nilai-nilai moral. Positivisme hukum fokus pada apa yang disebut "hukum sebagai aturan yang berlaku" (law as it is), bukan pada apa yang seharusnya (law as it ought to be).
Tokoh-tokoh seperti John Austin dan Hans Kelsen merupakan pelopor mazhab ini, yang menekankan bahwa hukum sah hanya jika dibuat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.
3. Argumentasi Tentang Positivisme Hukum di Indonesia:
Di Indonesia, sistem hukum didasarkan pada berbagai sumber hukum, termasuk hukum adat dan hukum agama, namun hukum tertulis (positif) menjadi rujukan utama dalam pengadilan. Dari sudut pandang positivisme hukum, Undang-Undang tentang Pemberantasan Perdagangan Orang merupakan acuan utama yang digunakan oleh hakim untuk menegakkan keadilan.
Namun, pendekatan positivisme hukum di Indonesia menghadapi tantangan besar ketika hukum positif tidak memperhitungkan konteks sosial, ekonomi, atau budaya. Dalam kasus perdagangan orang, misalnya, undang-undang mungkin berlaku secara teknis, tetapi kurang memperhatikan kondisi sosial-ekonomi korban yang rentan terhadap eksploitasi. Kritik terhadap positivisme di Indonesia adalah bahwa penegakan hukum bisa menjadi kaku dan kurang mempertimbangkan keadilan sosial atau kemanusiaan, sehingga perlu pendekatan yang lebih holistik yang juga mempertimbangkan aspek-aspek moral dan etis.