Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup kita. Seperti halnya bernafas, banyak orang beranggapan bahwa komunikasi sebagai sesuatu yang otomatis terjadi, sehingga orang tidak tertantang untuk belajar berkomunikasi secara efektif dan beretika (Rachmat Kriyantono: 2019).Â
Baru-baru ini ada hal yang ramai sekali diperbincangkan di sosial media, yaitu berita perceraian Ria Ricis dengan Teuku Ryan. Ada beberapa alasan Ria Ricis terkait keputusannya untuk bercerai:
- Konflik dengan mertuanya, yang berawal dari ucapan mertuanya yang membuat dirinya tersinggung.
- Masalah Body Shamming, perlakuan Teuku Ryan kepada dirinya membuatnya merasa hina dan tak diinginkan. Ria Ricis juga sempat berpikir untuk implan Payudara yang bertujuan untuk kesenangan suami, karena ucapan Teuku Ryan. Selain itu, Teuku Ryan seringkali melakukan Body Shamming secara verbal, dengan mengatakan Ria Ricis itu kurus dan kurang makan (Berita CNN Indonesia: 2024).Â
Dari kasus Ria Ricis tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi haruslah kita menggunakan etika. Komunikasi sendiri memiliki fungsi sebagai Sarana Mengontrol Perilaku (Social Control), agar tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri juga orang lain (Nurul Islam, Muh. Aswad: 2023).
Dalam bersosial, hal yang penting dalam berkomunikasi bukan sekedar apa yang kita katakan atau ucapkan, melainkan karakter dan citra apa yang kita bangun di sosial media. Komunikasi sudah merupakan kebutuhan manusia, bahkan kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada kemampuan dia berkomunikasi, sepertinya halnya Influencer, YouTuber dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, etika sangat amat diperlukan bagi manusia, karena manusia memiliki kebebasan, baik itu kebebasan diri sendiri, maupun kebebasan untuk orang lain. Dimensi kebebasan diri sendiri juga terbagi menjadi subdimensi, yaitu kebebasan fisik yang masih memiliki batas (paksaan), yang berasal dari diri sendiri juga orang lain. Kemudian kebebasan rohani, yang berasal dari aktivitas pikiran dan keinginan. Namun pada kebebasan rohani, unsur paksaan lebih sulit untuk membatasi kebebasan ini (Rachmat Kriyantono: 2019).Â
Jika dipandang menggunakan perspektif religius (Religious Perspective) yang memandang etis suatu perilaku bergantung kepercayaan yang dianutnya. Dalam agama Islam, memberikan standar etis bagi praktik komunikasi ketika memproduksi dan menyebarkan pesan komunikasinya. Prinsip ini juga relevan dengan moralitas Islam yang tercermin dalam model komunikasi Nabi Muhammad SAW yaitu Prinsip Menghargai Hak Orang Lain, saling menghormati bukan karena status, atau latar belakangnya, tetapi menghormati orang lain sebagai sesama manusia. (Rachmat Kriyantono: 2019).Â
Selain mengontrol diri di kehidupan nyata, sebagai manusia yang hidup di era modern ini juga harus mengontrol diri di sosial media. Belakangan ini banyak pengguna media sosial yang melakukan oversharing terkait kehidupannya di sosial media, bahkan hingga megumbar aib dirinya. Oversharing adalah ketika seseorang tidak bisa membatasi diri sendiri dalam membagikan informasi pribadinya kepada publik (Dosen Psikologi UNAIR Tiara Diah Sosialita, Kompasiana). Fenomena oversharing sering dialami oleh pengguna sosial media, salah satunya adalah publik figur yang pernah ramai diperbincangkan, yaitu Ria Ricis. Ria Ricis yang dikabarkan terlalu oversharing terkait kehidupannya, semua hal dijadikan konten, bahkan anak kandungnya yaitu Moana, dijadikan bahan untuk konten.
Ucapan Teuku Ryan terkait Body Shaming tentu sangat menyinggung Ria Ricis. Warganet yang membaca dan melihat berita tersebut pun ikut geram dengan perbuatan Teuku Ryan tersebut. Banyak warganet menilai Teuku Ryan tidak mencintai Ria Ricis dengan tulus, karena tujuan awalnya hanya karena kekayaan Ria Ricis yang melimpah. Warganet juga memberikan spekulasi bahwa Ria Ricis selalu menjadikan kehidupannya sebagai konten, untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari Teuku Ryan, karena sikap Teuku Ryan yang berbeda jika di depan kamera. Spekulasi tersebut tercipta karena video vlog di akun Ricis Official menunjukkan bagaimana ekspresi Teuku Ryan yang berubah setelah sadar kamera.
Pemberitaan terkait Ria Ricis menyebar di media sosial, dengan sangat cepat. Karena banyaknya pengguna sosial media, maka dari itu banyak juga yang akan mengetahui terkait kasus Ria Ricis tersebut, banyak warganet yang berkomentar, memberikan semangat dan dukungan, dan banyak juga warganet yang memberikan hujatan dan ujaran kebencian. Melalui internet, warga dapat memiliki akses media dan sekaligus bebas mengisinya tanpa ada batasan ruang seperti ketika menulis opini dan surat pembaca di koran (Fajar Junaedi: 2020).
Kekerasan menjadi hal yang mesti dihindari. Ia dapat tumbuh dan berkembang di masyarakat. Kekerasan tidak hanya berasal dari lingkungan sosial semata, tapi dapat pula disebabkan oleh media massa. Mungkin, sebagian dari kita, kekerasan hanya dikenal dalam bentuk kasat mata. Artinya, Kekerasan tidak hanya berbentuk fisik, tapi verbal, moral, psikologis, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan penghinaan. Maka dari itu, haruslah kita untuk berhati-hati dalam berucap, terutama ketika bersosial media, dan menghindari untuk oversharing (Fajar Junaedi: 2020).
Hanum Muti Salshabila // 23010400223
Ilmu Komunikasi FISIP UMJ, peserta mata kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi, Dosen Pengampu Dr. Nani Nurani Muksin, M.Si.