Sergio Busquets / cdn.itv.com
Kekelahan telak dari Belanda di laga perdana tentu membuat Spanyol mesti berusaha keras untuk bisa terus melaju di Piala Dunia kali ini. Banyak pihak yang langsung menganggap bahwa kejayaan sepak bola Spanyol telah habis dan kini tinggal menyisakan legiun-legiun tua yang model dan cara bermainnya telah sangat dikenal dan mudah diantisipasi lawan. Klaim ini tidak sepenuhnya salah, kenyataannya memang Spanyol kini tidaklah sehebat Spanyol yang dulu. Ball possesion mereka tidak lagi sedigdaya dulu, konsep tiki-taka juga sudah mulai terbaca lawan.
Dengan pressing ketat dan menekan lini tengah Spanyol, lawan akan dengan mudah membaca pergerakan aliran bola ke lini serang La Furia Roja. Hal ini diperparah dengan stok striker Spanyol yang angin-anginan. Sebenarnya Del Bosque bisa berharap kepada Diego Costa, striker Atletico Madrid ini baru saja menjalani musim istimewa bersama klubnya. Tapi sayang, di penghujung musim Costa cedera, hingga keberangkatannya ke Brasil pun terkesan dipaksakan, karena memang jika harus berharap kepada Fernando Torres dan David Villa, publik Spanyol tentu tidak bisa tersenyum di setiap laga.
Tapi, Spanyol tetaplah Spanyol yang memiliki segudang gelandang hebat, penuh karakter dan bermental juara. Disinilah letak kehebatan Spanyol sesungguhnya, di Piala Dunia edisi sebelumnya bahkan muncul pemikiran radikal, dimana salah satu legenda Spanyol, Fernando Hierro mengatakan, bahwa Spanyol tidak membutuhkan striker. Hal ini mengacu pada begitu menakutkannya formasi False Number 9 yang saat itu diusung Spanyol. Dengan menempatkan seorang Cesc Fabregas sendirian di lini serang, seolah Spanyol memakai formasi 4-6-0, dimana mereka memainkan enam orang gelandang kreatif yang kesemuanya bisa dan mampu mencetak gol dari keadaan open play. Saat itu Xavi Hernandez dan Andres Iniesta menjadi poros kekuatan Spanyol.
Formasi ini ditopang oleh Xabi Alonso sebagai gelandang bertahan dan Serio Busquets sebagai deep-lying midfielder. Spanyol begitu kokoh, menakutkan, penuh variasi dan melelahkan bagi para lawannya. Poros utama adalah empat orang gelandang tersebut, tanpa bermaksud mengecilkan peran pemain lain, tapi slot sisa tempat di lini tengah bisa lebih fleksibel. Bisa diisi oleh Jesus Navas atau David Silva jika Spanyol butuh gol, atau memainkan Javi Martinez jika keadaan diarasa sudah cukup aman dan lebih perlu menyeimbangkan lini tengah.
Lalu, apa yang terjadi sekarang....?
Banyak faktor yang mempengaruhi performa Spanyol yang terus menurun. Bisa karena faktor kelelahan, semakin tuanya poros Xavi-Iniesta-Xabi, atau minimnya ruang yang bisa dieksplorasi oleh gelandang-gelandang Spanyol. Tapi bagi saya, salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi permainan Spanyol adalah Sergio Busquets yang berhasil dimatikan oleh pemain lawan.
Kenapa Busquets..?
Gelandang Barcelona ini adalah salah satu pemain paling cerdas di dunia. Dia memang tidak sepenting Andrea Pirlo bagi Italia, atau segarang Steven Gerrard di Inggris. Tapi dia mampu menjadi ‘belahan hati’ Xavi Hernandez. Entah di klub maupun tim nasional, mau tidak mau Xavi sangat terbantu dengan kehadiran Busquets. Penempatan posisi dan ketenangan menjadi senjata utama pemilik nomor punggung 16 ini. Dia tahu betul, sebagai seorang gelandang sentral, dia tidak boleh terlalu menuruti nafsunya untuk membantu serangan atau berlebihan dalam fokus menjaga pertahanan tim. Busquets sadar bahwa, dengan penguasaan bola yang efektif, positioning yang baik dan mampu melihat ruang kosong di lini tengah, maka otomatis tekanan kepada timnya akan berkurang, sebaliknya tim lawan akan fokus pada pertahanan sehingga gelombang serangan tidak akan begitu gencar ia terima.
Yang dihadapi Spanyol adalah, semakin terbatasnya peran Busquets saat ini. Contoh paling anyar tentu pertandingan melawan Belanda. Jonathan de Guzman dan Nigel de Jong sukses mematikan Busquets, efeknya langsung terasa saat Xavi seolah tidak mendapat aliran bola untuk diarahkan ke Costa atau Iniesta, pun begitu menjadi liarnya Arjen Rooben dan Wesley Sneijder karena kedua sayap Spanyol harus ikut menekan lini tengah Belanda yang begitu ganas mengurung Xabi dan Busquets.
Del Bosque harus kembali memutar otak malam ini, karena Chile juga memiliki gelandang-gelandang ganas yang siap mematikan Busquets dan Xabi. Carlos Carmona dan Arturo Vidal bisa menjadi momok bagi lini tengah Spanyol, karena fisik dan adaptasi mereka lebih baik dari Spanyol yang terbiasa dengan iklim Eropa. Iniesta yang pada pertandingan perdana lebih banyak beroperasi di sektor sayap, mungkin akan lebih digeser ke dalam guna mengimbangi peran Xavi dan Busquets untuk memenangi lini tengah. David Silva bisa menjadi alternatif dari sayap juga untuk membuka jalan bagi duo full back Spanyol, Jordi Alba dan Cesar Azpilicueta merusak sisi sayap Chile.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H