Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Valentine Disayang, Valentine Ditentang

14 Februari 2020   20:04 Diperbarui: 14 Februari 2020   20:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reka ulang wajah St. Valentinus. (Sumber : bbc.com)

 Perayaan hari Valentine atau disebut juga sebagai hari Kasih Sayang yang diperingati setiap tanggal 14 Februari, masih mengundang pro dan kontra. Baik itu dari sisi historis dan makna dibalik perayaan hari Kasih Sayang itu sendiri. Berbagai teori dan latar belakang sejarah bermunculan yang melandasi momen munculnya perayaan hari Valentine.

Nama Valentine sendiri merujuk pada  Santo Valentinus (meninggal tahun 269 SM), seorang Imam atau Uskup Gereja Katolik dari Terni, Italia.  Seorang Imam Gereja Katolik  yang dihukum mati oleh Kaisar Romawi bernama Claudius II (memerintah tahun 268-270 SM). 

Pada saat itu sang kaisar sedang getol-getolnya memperkuat pasukan militer kekaisaran Romawi, ia berpendapat bahwa pasukan Romawi menjadi lemah karena mereka masih terikat dengan keluarganya.

Oleh karena itu Claudius II mengeluarkan kebijakan untuk melarang laki-laki yang berada di kekaisaran Romawi untuk tidak boleh menikah atau terikat dengan pernikahan.

Santo Valentinus yang konon bersikukuh melanggar aturan kaisar dan tetap melakukan upacara pernikahan, akhirnya beliau ditangkap dan dihukum mati. Akan tetapi menurut cerita yang muncul berdasarkan tradisi yang ada, beliau sempat menitipkan secarik surat untuk  disampaikan kepada pemuda-pemudi yang ada di Roma melalui penjaga penjara,  yang berisi kata-kata 'From your Valentine'.  

Untuk memperingati hari kematian St. Valentinus yang jatuh pada tanggal 14 Februari, Paus Paus Gelasius I memasukkannya dalam kalender liturgi Gereja Katolik, akan tetapi perayaan liturgi untuk St. Valentine  dicabut dan tidak dilakukan oleh Gereja Katolik semenjak tahun 1969.

Reka ulang wajah St. Valentinus. (Sumber : bbc.com)
Reka ulang wajah St. Valentinus. (Sumber : bbc.com)

Ada yang berpendapat bahwa tujuan dirayakan hari Valentine adalah kehendak dari Paus Gelasius I, yang memang ingin  menghilangkan tradisi festival  Lupercalia  yang sering dikenal dengan festival kesuburan, kesehatan dan penyucian kota. 

Dalam festival ini, para Luperci (semacam pemuka agama yang disebut sebagai 'saudara para serigala') setelah melakukan upacara, mereka berlari-lari sambil hampir telanjang dengan membawa kulit binatang yang telah dikorbankan berkeliling di pusat kota dan diikuti oleh para pemuda bahkan para bangsawan dan perempuan.  

Mereka menyentuh tangan-tangan para perempuan yang dilewatinya dan dipercaya sentuhannya akan memberikan kesuburan bagi para  perempuan. Dengan inisiatif mengadakan hari Valentine, diharapkan agar masyarakat kota Roma tidak lagi mengadakan tradisi Lupercalia lagi.

Sebuah puisi tertua  yang menyebutkan mengenai Valentine dibuat oleh  Charles, the Duke of Orléans. Puisi ini ditulis oleh dia sewaktu berada di penjara Tower of London,  saat ia menjadi tawanan kerajaan Inggris selama seperempat abad semenjak kekalahannya dalam pertempuran Agincourt (25 October 1415). 

Puisi ini merupakan ungkapan kerinduan akan istrinya yang bernama Bonne of Armagnac dan sayangnya sang istri dan Charles tidak pernah bertemu lagi, ketika dibebaskan dipenjara sang istri telah lama meninggal. 

My very gentle Valentine,

Since for me you were born too soon,

And I for you was born too late.

God forgives him who has estranged

Me from you for the whole year.

I am already sick of love,

My very gentle Valentine.

 (Puisi Charles, The Duke of Orléans, dalam bahasa Inggris)

Tradisi perayaan hari Valentine ini berkembang di dunia barat dan akhirnya menjadi sebuah tradisi dan budaya mereka. Lambat laun terjadi perubahan arah esensi perayaan hari Kasih Sayang ini, pernyataan kasih sayang mulai menyempit hanya pada orang-orang yang dicintai saja. 

Alhasil pada abad 20, timbul persepsi bahwa hari Valentine identik dengan harinya para kekasih. Pemberian hadiah berupa bunga, cokelat, kartu ucapan dan lainnya biasanya hanya ditujukan kepada kekasih atau pasangannya saja. 

Perkembangan hari Kasih Sayang yang menyempit ini hanya menjadi ajang  untuk mengungkapkan cinta berlandaskan eros saja. Ada kecenderungan hari Valentine ini hanya berkutat pada para pasangan kekasih, dan identik dengan asmara, seks dan cinta monyet. Bahkan anak-anak sekolah memanfaatkannya menjadi momentum pernyataan cinta monyetnya kepada sasaran gebetannya. 

Sudah sewajarnyalah bila ada beberapa kelompok yang menentang perayaan hari Valentine ini.  Ada penolakan yang berdasarkan alasan agama, entah apa motif yang ada dibalik penentangan berdasarkan ini. 

Bila penentangan ini didasarkan pada pengembalian etika dan ensensi asal hari Valentine menjadi hari Kasih Sayang untuk semua orang, maka hal ini adalah hal yang positif. Akan tetapi bila penolakan hanya berdasarkan tinjauan agama secara membabi buta maka yang dapat menimbulkan persepsi penolakan berdasarkan sikap apatis negatif saja.

Ada pula yang menolak karena hari Valentine dengan alasan bukan budaya Indonesia, hal ini juga perlu dikaji lebih dalam. Dengan adanya era dunia globalisasi dan digitalisasi maka susah untuk membendung pengaruh budaya asing. 

Suatu cara yang cocok untuk mengendalikan budaya asing adalah menelaah esensi dan makna yang ada dibaliknya. Bila esensi budaya baru itu sejalan dan tidak bertubrukan dengan budaya yang ada, maka sudah sepatutnya dapat diterima. 

Bila yang terjadi sebaliknya maka harus ditolak, akan tetapi bila esensi yang ada dari budaya baru itu yang sifatnya baik tetapi mulai ada penyimpangan ketika sampai di Indonesia, maka yang diperlukan adalah koreksi dan melakukan adaptasi positif mengembalikan kepada esensi yang semula dengan cara melalui edukasi baik di lingkup keluarga dan melalui media massa..

Khusus dalam kasus hari Valentine ini memang perlu diadakan suatu studi lebih lanjut, tidak perlu melakukan semata-mata mengeluarkan pernyataan menolaknya secara mentah-mentah. 

Berdasarkan kajian historis, maka sebenarnya hari Valentine adalah suatu perayaan untuk menyebarkan semangat cinta kasih dalam arti luas. Melihat kembali maksud Paus Gelasius I yang mencetuskan hari Valentine adalah untuk mengajak masyarakat kota Roma agar meninggalkan tradisi Lupercalia dengan cara merayakan hari Kasih Sayang ini. Yang mana biasanya tradisi Lupercalia diadakan pada tanggal 15 Februari, maka hari Valentine diadakan pada tanggal 14 Februari sehingga lambat laun perayaan hari Lupercalia ditinggalkan. 

Perlu diingat kembali bahwa hari Valentine bukanlah hari untuk para kekasih semata, akan tetapi hari untuk mengingat agar rasa kasih sayang tidak diberikan hanya terbatas pada masalah asmara saja. Akan tetapi bisa meluas pada rasa sayang terhadap orang lain dalam artian luas seperti halnya rasa sayang terhadap orang tua, saudara, teman, sahabat, orang yang papa dan kesepian. (hpx)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun