Jadi secara beramai-ramai kami sepakat meminta kesediaan beliau untuk berfoto bersama, tanpa dinyana Bu Risma menyanggupi permintaan kami.
Alhasil kami pun berfoto bersama secara bergantian, tapi sayangnya dokumentasi yang tertinggal saat ini hanya foto saya dan Bu Risma.
Dokumentasi foto keluarga saya bersama Bu Risma telah raib ketika rumah saya kecurian dan laptop saya juga dibawa oleh maling yang membobol rumah saya (mohon kiranya kalau malingnya membaca tulisan ini, kembalikan file-file foto keluarga saya).
Selain itu dulu ada tetangga saya yang pernah cerita ketika Bu Risma masih menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005), ternyata galaknya bukan main.
Ternyata tetangga saya itu pernah kena marah, ketika itu ia sedang melaksanakan proyek yang didapat dari Pemkot Surabaya. Kata tetangga saya, kalau sudah marah, waduh! Omongannya Bu Risma bisa bikin orang sakit hati.
Kembali lagi pada perasaan saya ketika melihat berita dan video Bu Risma ketika kembali bersujud di hadapan orang banyak.
Jujur saja saya merasa terharu sekaligus trenyuh, terlepas dari sisi negatif Bu Risma (ada yang berpendapat bahwa beliau kurang tegas ketika berhadapan dengan para developer perumahan di Surabaya), saya melihat sosok seorang ibu yang sedang memperjuangkan anak-anaknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak walaupun sudah putus sekolah.Â
Terlebih lagi ketika membaca komentar para warganet yang mengungkapkan rasa simpati yang mendalam, tanpa terasa air mata saya meleleh.
Tidak terbayangkan bagi saya, seorang Walikota Surabaya dengan menangis dan bersujud mengucapkan syukur dihadapan orang banyak demi anak-anak yang putus sekolah.
Semoga sehat selalu Bu Risma, terima kasih sudah menjadi Walikota kami! (hpx)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H