Artikel ini berdasarkan editing dan penulisan ulang dari tulisan di Steemit.com (blog pribadi penulis)
Seringkali ketika kita makan di luaran seperti restoran, warung, depot dan rumah makan akan menemukan salah satu jenis makanan ini, yaitu soto. Makanan yang sudah lazim menjadi menu santapan banyak orang dan hampir bisa ditemukan di setiap propinsi Indonesia. Akan tetapi kita belum sadar bahwa masakan soto ini memiliki sejarah yang panjang dari sejak jaman kolonial Belanda sampai sekarang, soto telah berevolusi menjadi banyak varian tergantung dari selera masyarakat setempat.
Soto ternyata memiliki sejarah yang cukup menarik, karena jenis makanan ini sudah ada sejak jaman kolonialisme Belanda di Indonesia. Kemunculan soto secara tepatnya tidak diketahui, akan tetapi menurut Sejarawan Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, bahwa soto sudah dipopulerkan oleh kalangan masyarakat Tionghoa yang ada di Semarang sekitar abad ke-19. Dalam bukunya Denys Lombard, yang berjudul Nusa Jawa : Silang Budaya, jilid 2, mengungkapkan bahwa pada saat itu soto sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia khususnya soto ayam dan soto babat.
Kata soto berasal dari kata caodu dan chau tu , yang artinya 'cau' artinya rumput dan 'du' berarti jeroan. Pada jaman kolonial Belanda memang rata-rata soto dibuat dari jeroan sapi, karena harga daging sapi pada saat itu relatif mahal dan hanya golongan orang Belanda dan orang berduit saja yang bisa membelinya. Terlebih lagi jeroan sapi dianggap barang yang tidak layak dimakan oleh orang-orang Belanda.
Peran serta seorang peranakan Tionghoa juga turut andil dalam penyebaran masakan soto ini, dia adalah seorang pengasuh rubrik “Majalah Dapur” di star weekly sejak tahun 1951-1961 yang mempunyai nama pena Julie. Dalam setiap pekan dia menyeleksi surat-surat permintaan penggemar rubriknya agar membahas masakan tertentu dan pernah ada seorang pembaca yang meminta resep Soto Bandung agar dibahas dalam rubriknya dan secara tidak sadar, rubrik yang diasuh olehnya telah membangkitkan kesadaran orang untuk membuat masakan sesuai dengan cita rasa dan bahan yang ada di daerah masing-masing.
Penyebaran resep soto bisa terjadi karena inisiatif Presiden Sukarno, beliau sempat mengutus istrinya, Hartini untuk mengumpulkan resep-resep tradisi nusantara termasuk mengenai masakan soto. Kumpulan resep-resep tradisional nusantar ini akhirnya dibukukan dalam sebuah buku resep berjudul Mustika Rasa, terbit tahun 1967 yang tebalnya sekitar 1.123 halaman.
Dalam artikel yang berjudul Cita rasa sosial dan diaspora soto Nusantara, Murdjiati, pakar kuliner tradisional Universitas Gajah Mada (UGM) , menyebutkan dalam penelitiannya yang berjudul "Profil soto Indonesia: Fakta pendukung soto sebagai representasi kuliner Indonesia", setidaknya terdapat tujuh puluh lima jenis soto yang ada di dua puluh dua daerah kuliner Indonesia, dan total seluruh bumbu dari semua soto itu mencapai empat puluh delapan bumbu.
Walaupun begitu, secara umum varian-varian soto itu yang telah disesuaikan dengan cita rasa khas daerah masing-masing tetap memiliki kesamaan dalam penggunaan bumbu pembuatan soto yaitu bawang merah, bawang putih, jahe, dan merica.
Jadi soto sudah menjadi sebuah masakan kuliner nasional dan wajar jika ditemukan macam-macam dan varian soto berdasarkan kekhasan cita rasa daerah, sehingga muncul nama-nama soto berdasarkan asal daerah seperti : soto Kudus, soto Lamongan, coto Makasar, soto Banjar, soto Ambengan, soto Aceh, soto Madura dan lain sebagianya. (hpx)
Sumber bahan tulisan :
1. Cita rasa sosial dan diaspora soto Nusantara, beritagar,id, 21 Oktober 2017.
2. Denys Lombard, Nusa Jawa : Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian II, PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Ketiga : 2005
3. Philip Leo, Chinese loanwords spoken by the inhabitants of the city of Jakarta, LIPI , 1975
4. Asal Usul Soto, Pantang Masuk Dapur Bangsawan, beritagar,id, 8 Oktober 2017
5. Fadly Rahman, Jurnal Sejarah Vol 2(I), 2018: 48-63, Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia.
6. Mustika Rasa, "Kitab" Kuliner Indonesia Warisan Soekarno Terbit Kembali, kompas.com, 14 agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H