Mohon tunggu...
Hantodiningratâ„¢
Hantodiningratâ„¢ Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Minimalist Blogger

hantodiningrat.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Lima Cara Sederhana Membangun Blog Minimalis

22 Oktober 2015   08:26 Diperbarui: 22 Oktober 2015   09:38 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa bulan menulis blog secara rutin, saya memutuskan membuat sebuah keputusan yang terbilang cukup nekat. Saya sepertinya mulai merasa jenuh dengan tampilan dan desain dari blog minimalis yang saya kelola. Alhasil, saya memutuskan untuk merombak ulang desainnya, mulai dari layout, tipografi, dan beberapa hal kecil lainnya. Semua ini saya lakukan untuk meminimaliskan blog sampai benar-benar hanya menyisakan yang esensial.

Disamping itu, agaknya saya butuh ruang terbuka yang lebih luas dan lebih lega untuk blog saya, agar saya dan para pembaca bisa bernafas lega tatkala membacanya. Saya tahu bahwa satu-satunya jalan untuk mengatasi problem ini adalah dengan meminimalisir dan merombak total blog. Karena saya butuh ruangan yang lebih lega, saya memutuskan untuk bongkar muatan. Berikut adalah tahap-tahap yang saya lakukan dalam rangka meminimaliskan desain blog:

1. Tentukan prioritas dan konten utama
Hal pertama yang saya lakukan adalah menentukan prioritas. Sejak awal, saya memang hanya ingin membangun sebuah blog yang hanya fokus pada konten bacaannya saja. Maka dari itu, saya menyeleksi bagian mana saja yang menurut saya tidak lagi esensial dan meminimaliskannya. Alhasil beberapa gadget blog saya hapus. Beberapa elemen yang saya kurang penting seperti statistik pengunjung, tombol langganan via email, dan lain-lain tak luput dari sweeping yang saya lakukan.

2. Menghapus sidebar atau bilah samping
Saya merasa dengan adanya sidebar, membuat blog terasa sangat penuh, sesak dan tak lagi efisien. Pada dasarnya, ada keuntungan tersendiri jika saya tetap memasang sidebar di blog saya, karena dengan adanya sidebar saya bisa memasang sebuah gadget navigasi berupa posting terbaru, terpopuler, arsip blog, dll. Yang kesemuanya itu bertujuan untuk menjaring pembaca dengan beberapa artikel terkait lainnya. Tapi, saya tidak melakukannya. Saya memilih untuk menghapusnya.

3. Fokus hanya pada konten
Setelah menghapus sidebar, kini blog saya hanya terdiri dari satu kolom saja. Itu artinya, konten atau artikel yang memang menjadi ujung tombak dari blog saya tepat berada di tengah-tengah blog. Harapannya, ini bisa membuat para pembaca fokus hanya pada satu artikel yang memang benar-benar ingin mereka baca saja. Dan untuk membaca artikel lainnya, para pembaca bisa menggunakan menu sitemap atau daftar isi yang sudah disediakan untuk mencari index artikel terkait lainnya.

4. Bangun ruang baca yang lebih jelas, lebih lega
Saya menghapus, atau lebih tepatnya menyembunyikan beberapa elemen di blog saya, misalnya seperti tanggal posting, pemosting, tombol berbagi sosial media, dan lain-lain. Menurut saya pribadi , keputusan ini terbilang cukup radikal, bagaimana tidak? Saya berani untuk tidak menampilkan tombol berbagi ke sosial media. Ini berarti, kesempatan emas artikel saya dishare dan dibaca lebih banyak orang menjadi sangat minim. Ini saya lakukan agar desain blog tampak lebih bersih & jelas.

5. Fokus pada esensi dan fungsi
Saya tidak pernah merasa takut kehilangan pembaca, hanya karena saya memutuskan untuk tidak memasang tombol berbagi ke sosial media. Pasalnya, sebelum tombol share ditemukan, atau paling tidak sebelum penggunaannya semasif hari ini, kita tentu sudah berpengalaman dalam membagikan sebuah artikel ke sosial media, bukan? Nah, oleh karena itu, sekarang saya justru hanya ingin lebih fokus membangun sebuah konten yang lebih baik saja. Karena apa?

Jika konten yang saya tulis, ternyata bermanfaat bagi hidup mereka, seorang pembaca tentu akan dengan secara sukarela membagikan konten yang saya buat ke sosial media miliknya. Dan saya yakin, mereka sudah pasti tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membagikan artikel tersebut ke sosial medianya. Karena faktanya, kita sudah paham bagaimana cara membagikan sebuah artikel ke sosial media, bahkan jauh sebelum tombol share ke sosial media itu sendiri ditemukan.

Hantodiningratâ„¢ | Minimalist Blogger | Kompasianer | www.hantodiningrat.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun