Mohon tunggu...
Hanter Oriko Siregar
Hanter Oriko Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Advokat/Legal Consultant

Tiada yang benar-benar saya ketahui, tapi segala sesuatu dapat saya pahami dengan belajar dan sepanjang hidup adalah pelajaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Satu Sisi Seorang Sarjana Tidak Lebih Baik dari Anak SD?

1 Mei 2021   08:42 Diperbarui: 1 Mei 2021   08:45 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perguruan  tinggi merasa  jauh lebih baik ketika memiliki mahasiswa yang banyak. Semakin banyak mahasiswa maka semakin besar peluang mendapatkan keuntungan yang besar. Pendidikan tinggi juga berpikir bahwa jalannya operasi lembaga kampus di tentukan oleh jumlah mahasiswa. Hal ini tidak melepaskan mahasiswa sebagai pelanggan, terlebih lagi perguruan tinggi memasang tarif yang berbeda-beda.

Benar, pendidikan tinggi tidak dapat lagi dimaknai dalam satu orientasi saja. Slogan Tri Dharma Perguruan Tinggi hanya tampil dalam iklan. Praktiknya pendidikan tinggi hanya merekrut mahasiswa supaya semata-mata operasi birokrat kampus berjalan. Mahasiswa mau jadi apa kelak? Itu bukan lagi rana pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi tidak perduli mau jadi apapun itu kelak mahasiswa, termasuk jadi tukang pembersih toilet kampus sekalipun.

Pendidikan tinggi, sudah layaknya pasar tradisional; di sana terdapat berbagai macam tipe mahasiswa. Dari yang benar-benar serius kuliah hingga yang tidak mau tau sekalipun tentang kuliahnya. Dalam hal ini, pendidikan tinggi telah gagal menunjukkan pada publik bahwa kampus adalah tempat orang-orang intelektual dan ruang ranah ilmiah.

Kampus nampak telah beralih semata-mata pada urusan bisnis, khususnya pendidikan tinggi swasta. Yang jelas, Anda punya uang banyak pasti dijamin Anda akan lulus dan menjadi seorang sarjana. Intinya, syarat utama Sarjana itu? Anda harus punya banyak uang. Tidak perduli seberapa bodoh Anda.

Makanya tak dipungkiri, ada plesetan-plesetan nama-nama kampus yang dilontarkan masyarakat umum. Bahkan kata-kata satire yang sungguh menyayat hati. Misalnya; kerbau pun diikatkan di kampus itu, bisa juga jadi Sarjana asalkan dibayar terus uang kuliahnya per tiap semesternya. Nyatanya orang yang berbicara demikian justru alumni dari kampus itu juga.

Hal demikian, menunjukkan bahwa semasa pengalamannya di kampus (menyaksikan betapa bobroknya sistem pendidikan tersebut). Nah, memahami paradigma demikian, tentu ada yang tidak beres dengan kampus tersebut.

Praktiknya banyak kecurangan yang sangat fatal terjadi dalam meraih gelar. Sebagai contoh; mahasiswa calon Magister sekalipun, masih mau memfotokopi lembar jawaban ujiannya terhadap sesama kawannya mahasiswa. Bahkan hal yang tidak jauh berbeda juga, hal serupa terjadi dalam mahasiswa lainnya di mana Thesis selaku tugas akhir justru hasil copyright. Lucunya, Thesis tersebut justru lulus verifikasi dari seorang Doktor.

Mengetahui hal demikian, status Doktor tersebut perlu dipertanyakan! Berkaca dari situ betapa mirisnya pendidikan tinggi di negeri ini. Dapat disimpulkan, pendidikan tinggi tidak jauh dikatakan dari sekedar bisnis semata. Faktanya banyak mahasiswa dapat menjadi sarjana, namun tak pernah menyelesaikan tugas akhirnya. Catering adalah jalan lain sekaligus strategi paling jitu bagi kalangan mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana. Syarat utamanya dan sekaligus syarat terakhir yakni hanya sediakan uang sebanyak-banyaknya.

Stigma tersebut bukan berarti tidak benar hanya karena tidak ada bukti yang diajukan. Permasalahannya hampir sama dengan money politik. Pelaku hampir semua, sehingga untuk mendongkrak kebobrokan pendidikan tinggi di negeri ini, rasanya mustahil. Meskipun demikian, Menteri Pendidikan sudah sepatutnya memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini yang carut-marut.

Sepatutnya, Skripsi selaku tugas akhir setiap mahasiswa sudah selayaknya wajib dipublikasi ke Internet. Terlebih lagi tugas tersebut dianalisis berdasarkan persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian setiap orang dapat mengaksesnya dan tentu akan bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh bagi masyarakat.

Selain itu, kebijakan tersebut akan meminimalisir segala kecurangan yang di buat oleh para mahasiswa dan pihak kampus. Juga akan meningkatkan nilai positif terhadap pendidikan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun