Mohon tunggu...
Hanter Oriko Siregar
Hanter Oriko Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Advokat/Legal Consultant

Tiada yang benar-benar saya ketahui, tapi segala sesuatu dapat saya pahami dengan belajar dan sepanjang hidup adalah pelajaran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Covid-19: Malaikat Pelindung

13 Mei 2020   07:53 Diperbarui: 13 Mei 2020   07:56 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah barang-barangnya selesai kami rapikan dan bereskan, aku pun beristirahat sejenak. Sementara ibu mulai mempersiapkan nasi berserta lauknya. Ia pun memanggilku dan berkata, "Mari mendekat dan duduklah dengan bagus, santap dan nikmati makanannya, kamu telah capek seharian di dalam bus."

Aku pun menurut, lalu  mencuci tanganku dan mulai menyantap nasi yang telah dihidangkan sampai kenyang. Dalam hati, pikiran, dan jiwaku berterimakasih dan sangat bersyukur telah memiliki seorang ibu yang perhatian dan baik hati.

Selepas itu, malamnya pun telah tiba. Aku duduk di teras rumah sembari memandang ke arah jalan dan sesekali aku menatap ke langit. Aku merenungi setiap hidupku di masa lalu, membayangkan diriku sejak dalam kandungan. Sembilan bulan lamanya aku di sana dan hidup dari darah daging ibu.

Selama itu juga aku menjelma sebagai parasit di dalam perut ibu, yang senantiasa bisa membunuhnya dengan rasa sakit yang berat -- saat ketika aku dilahirkan ke dunia.

Ketergantungan pada ibu tidak hanya berhenti di situ saja. Dari aku lahir sampai tumbuh dan besar sampai sekarang, kebutuhan hidupku masih belum bisa lepas 100% dari campur tangan Ibu.

Aku merasakan segala bentuk perjuangan yang telah dilaluinya. Semua diperbuat demi memenuhi kebutuhan saya. Hujan dan panasnya sinar matahari telah menjadi saksi bisu yang membuka mata dan menggugah hati saya.

Aku terbangun dari lamunku, dengan sadar aku berpikir ibu seperti hadiah terindah dari Tuhan. Ia mengajarkan kepahitan dan manisnya kehidupan ini. Ibu adalah malaikat pelindung dalam hidupku.

Jam pun menunjukkan pukul 22.00 WIB. Akan tetapi tubuh masih terasa segar dan mata belum merasakan ngantuk. Malam ini terasa berbeda, apa yang aku renungkan sedari tadi, terasa bagaikan bisikan dari masa lalu yang telah memikat hidupku dengan cinta. "Aku ingin membahagiakan ibu tercinta," hatiku berbisik pelan dan membuat perhatianku terpusat seketika pada keinginan tersebut.

Langit masih gelap, bintang-bintang bertebaran indah. Alam seakan sedang bicara padaku. Hatiku gembira, hatiku senang. Terang pagi hari masih jauh pada malam hari itu, sinar bulan bersatu padu dengan cahaya bintang menambah eloknya malam itu.

Betapa bahagianya diriku memiliki seorang ibu yang penuh dengan cinta kasih sayang. Tiba-tiba, aku menyaksikan bintang jatuh, aku pun menaruh harapan dan berdoa. Semoga segala keinginan tercapai.

Aku kembali merenung, hampir lima tahun aku telah jauh dari kampung halamanku, jauh dari kedua orangtuaku dan jauh dari saudara/saudari. Aku terus berdoa terhadap keluargaku, menaruh perhatianku disetiap ibadahku. Berharap Tuhan memberikan umur yang panjang dan kesehatan, terutama kepada kedua orangtuaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun