Perbedaan pendapat dan gagasan mengenai sistem pemerintahan Indonesia bukanlah hal yang baru. Indonesia sebagai negara dengan usia yang telah mencapai 73 tahun, terus diperhadapkan dengan persoalan di bidang sistem bernegara.
Kondisi semacam ini adalah sebuah konsekuensi logis dari iklim demokrasi kita.
Kebebasan berpikir dan berpendapat tersebut merupakan Hak Asasi Manusia yang tertuang di dalam Pasal 28 UUD tahun 1945. Negara demokrasi dengan ideologi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tentu wajib menghargai pendapat dan ide dari setiap kalangan masyarakat, meski gagasan ataupun ide tidak serta merta untuk diterima dan diterapkan.
Tapi demokrasi yang berlandaskan pancasila tidak boleh anti terhadap ide ataupun gagasan yang menolaknya. Pancasila harus selalu siap dikritik.
Penolakan pancasila sebagai dasar pemerintahan, kembali berkecamuk di tengah-tengah bumi pertiwi ini. Jika merujuk dari sejarah, perdebatan terkait pro-kontra ini sudah sering terjadi antar sesama pendiri bangsa.
Namun dari hasil perdebatan itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang disebut juga dengan Panitia 9, memutuskan berdasarkan hasil kesepakatan yaitu NKRI berlandaskan Pancasila. Panitia 9 tersebut terdiri dari beberapa ulama, sehingga sila pertama pancasila adalah Ketuhan Yang Maha Esa.
Inilah keistimewaan pancasila yang dirumuskan oleh para pejuang bangsa—membuka ruang kepada setiap orang. Kita sebagai negara demokrasi dengan berlandaskan ideologi pancasila perlu mendengarkan aspirasi dari setiap masyarakatnya.
Seperti yang disuarakan Habib Rizied tentang NKRI bersyariah, sekalipun itu menolak ideologi bangsa ini yaitu pancasila sebagai dasar negara Indonesia.Â
Penolakan tersebut tentu kemungkinan besar dipengaruhi oleh munculnya persepsi bahwa hukum Tuhan jauh lebih sempurna dari segala hukum buatan manusia.
Menurut Habib Rizieq Sihab tersebut; NKRI bersyariah adalah negara yang menjadikan pribumi sebagai tuan di negeri sendiri. NKRI bersyariah anti korupsi, anti judi dan narkoba, anti pornografi, anti prostitusi, anti LGBT, anti fitnah, anti kebohongan, anti kezaliman.
Dan NKRI bersyariah yang disuarakan oleh ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab adalah sebuah penolakan terhadap apa yang sudah diputuskan bersama oleh para pejuang bangsa. Tindakan tersebut pun menjadi polemik di tengah-tengah kepemimpinan presiden Jokowi—setelah Habib rizieq kembali menyuarakan NKRI bersyariah paska reuni 212 dengan dihadiri oleh salah satu paslon capres dan cawapres 2019.