China berkolaborasi dengan perusahaan regional utama untuk mendukung distributor atau bahkan produsen vaksin baru, seperti Sinopharm, Sinovac, dan Cansino, dengan tujuan mendistribusikan manufaktur. Selain itu, dukungan ini tidak terbatas pada hubungan bilateral, China mengamankan langkahnya secara hati-hati dan mengaplikasikannya pada program kerja kawasan.
Di Afrika, China bekerja sama dengan Maroko, Mesir, dan Ethiopia untuk menjadi produsen vaksin Sinovac. Sebagai contoh, China memberi lisensi terbatas kepada perusahaan Mesir Vacsera untuk mulai membuat vaksin lokalnya sendiri.
 Karena di tahun 2021, Mesir akan mampu memproduksi 80 juta dosis menggunakan pengaturan dan bahan mentah yang dikirim oleh China.
 Di negara lain di bagian selatan dunia, Mexico adalah negara pertama yang menerima Cansino untuk diproduksi dalam negeri. Di bulan Maret 2021, pemerintah negara itu menandatangani kontrak 35 juta dosis, dan saat ini negara itu memiliki cukup bahan aktif untuk memproduksi 5 juta dosis.
 Salah satu hasil dari kekecewaan vaksin barat adalah tujuan Mexico untuk menyediakan ketahanan vaksinnya sendiri daripada bergantung pada hubungan internasional. Bahkan Brasil memulai program vaksinasi, dipimpin oleh provinsi Sao Paulo, tanpa mendapatkan persetujuan dari otoritas Brasil, perusahaan ini menandatangani 46 juta dosis vaksin Sinovac.Â
Institut Butantan akan bertanggung jawab untuk produksi vaksin tersebut.
Studi kasus diplomasi kesehatan secara global menunjukkan bahwa diplomasi kesehatan dapat dilakukan dalam berbagai konteks, termasuk diplomasi bilateral, multilateral, dan geopolitik, dengan tujuan yang berbeda-beda. Negara-negara seperti China dan Indonesia telah terlibat dalam berbagai upaya diplomasi kesehatan, yang dapat meningkatkan kesehatan global, memperkuat kerja sama internasional, dan meningkatkan posisi geopolitik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H