Mengawali hari (aktivitas rutinitas) pada Senin 12 Februari 2024, terasa ada yang baru. Lingkungan sekitar tampak baru, segar dan tidak sumpek. Sangat berbeda dibandingkan beberapa bulan terakhir: ke mana mata memandang di sana berkibar atau bertumpuk alat-alat peraga kampanye (APK) semacam baliho, spanduk, gambar, bendera partai politik, dan sejenisnya.
Pagi ini, ketika kita sudah berada di jalan raya, sudah tak tampak lagi alat-alat peraga berwarna-warni dengan berbagai macam ukuran, dan yang penempatannya sangat tidak beraturan itu. Misalnya sekarang ada ratusan bendera-bendera parpol A yang berjejer di pinggir jalan, besoknya bisa-bisa sudah bertambah lagi dengan ratusan bendera parpol lain.Â
Melihat itu semua, kesan yang tercipta bukan keindahan atau estetika, tetapi kekumuhan dan kesemrawutan. Saat membaca pesan-pesan yang tertulis pada setiap APK itu -- baik parpol ataupun caleg -- kesan yang timbul dalam pikiran adalah "ngibul", "nipu", "ngawur", "ngaco", dan semacamnya.
Miris dan prihatin sebenarnya ketika setiap hari "harus" membaca tulisan-tulisan tersebut saat berada di kendaraan umum atau melintas di kawasan yang penuh APK. Tetapi akhirnya kita selalu mencoba menjadikannya hiburan sambil lalu. Sebab bagaimanapun juga, terasa ada kelucuan di dalam pesan-pesan yang kebanyakan tidak masuk akal tersebut.
Sebab, coba bayangkan atau pikirkan saja secara waras dan logis, mungkinkah BBM (bahan bahar minyak) menjadi gratis di negeri ini, saat ini atau setahun lagi? Nyatanya, ada caleg atau parpol yang menuliskan demikian di baliho atau spanduknya. Ini jelas upaya penipuan terhadap masyarakat. Korbannya pasti warga yang lugu dan minim literasi.
Ada banyak pesan-pesan atau janji-janji dalam APK. Yang paling populer dan memikat adalah kata "gratis". Misalnya, partai ini menang, biaya kuliah gratis. Partai anu menang, mudah mencari pekerjaan, sebab akan tersedia puluhan juta lapangan pekerjaan.
Yang juga menggelitik adalah janji salah satu paslon capres untuk para ibu hamil yang akan mendapatkan tunjangan kehamilan per bulan, berupa uang jutaan rupiah, hingga yang bersangkutan melahirkan. Janji ini, bukan tidak mungkin malah memotivasi para ibu untuk hamil, yang ujungnya menambah jumlah penduduk secara tak terkendali.
Tetapi seperti itulah tabiat orang yang nafsu berkuasanya sangat besar, hingga tak peduli melakukan apa saja untuk menggaet suara massa. Seperti lirik lagu "Bento": yang penting aku menang, yang penting aku senang... aksi tipu-tipu, oh aku jagonya...
Ada lagi spanduk berukuran besar milik seorang caleg DPRD yang berjanji "menghabisi para koruptor" jika dirinya terpilih. Yang juga patut menjadi bahan renungan para gojek adalah janji sebuah parpol yang akan membuat penghasilan para driver naik drastis, dengan penerimaan 90%.
Ada lagi caleg DPRD yang menjanjikan gajinya untuk rakyat. Tapi tunggu dulu, jika yang dia maksudkan itu adalah gaji bulanan yang besarnya "cuma" jutaan rupiah, Â tentu tidak terlalu mencengangkan. Sebab itu tidak ada apa-apanya dibandingkan uang-uang tunjangan, dll., bukan?
Dan ada banyak lagi pesan-pesan baliho spanduk yang bikin kita senyum kecut, dongkol, meringis, dan mengumpat dalam hati. Dan kita hanya berusaha mengambil "hikmah"nya saja, yakni menjadikannya sebagai hiburan di tahun politik. Dan ketika musim kampanye sudah usai dengan datangnya hari-hari tenang, benda-benda itu tak lagi terlihat. Dan itu memberikan suasana segar dan lega.
Untuk sementara hati senang dan gembira, dan semoga akan terus demikian adanya sampai pencoblosan selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H