Para capres/cawapres punya program andalan masing-masing guna menarik minat masyarakat pemilih. Pasangan 01, Anies - Muhaimin (AMIN) tidak akan melanjutkan proyek IKN (Ibu Kota Nusantara). Alasannya, Kota Jakarta masih sangat layak untuk menjadi ibu kota negara, jadi tak perlu pindah.Â
Lagi pula, dari segi pembiayaan IKN yang besarnya ratusan atau bahkan sampai ribuan triliunan rupiah, lebih baik digunakan untuk keperluan yang lebih mengena ke rakyat, seperti peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Dan proses pemindahan ribuan orang pegawai seluruh instansi -- dari Jakarta ke Kalimantan -- tentu saja akan sangat merepotkan, dan mengandung implikasi yang kurang positif.
Maka, menurut AMIN, adalah sangat tidak ada manfaatnya jika ibu kota harus pindah saat ini, terlebih masih dalam situasi pemulihan ekonomi nasional pasca-Covid-19.
Sementara paslon (03), Ganjar - Mahfud, sangat diyakini akan fokus ke penegakan hukum, pemberantasan korupsi, pembenahan birokrasi, dan tentu saja memperjuangkan kemakmuran rakyat. Dan yang menarik adalah ketika belum lama ini Ganjar menegaskan memberikan layanan internet gratis bagi pelajar untuk mempercepat proses pendidikan.
Lalu apa yang ditawarkan oleh paslon nomor 2, Prabowo - Gibran? Makan siang gratis, dan susu gratis untuk anak-anak sekolah. Memberikan makan (siang) gratis bagi 200 juta lebih rakyat setiap hari? Sangat repot dan ribet membayangkannya. Misalnya akan terjadi antrian panjang.
Belum lagi soal dana yang dialokasikan untuk program ini, yang kabarnya, sebesar Rp 1 triliun per hari. Satu bulan Rp 30 triliun. Satu tahun Rp 350 triliun. Lima tahun 5 x Rp 350 triliun, dan jika - 10 tahun, 10 x 350 = Rp 3.500 triliun? Uang dari mana?
Maka sangat tepat apa yang dikatakan oleh seorang kiai kampung langsung kepada Prabowo, bahwa program semacam itu kurang tepat. Kata Pak Kiai, lebih baik berikan pancing, bukan ikan. Artinya, alangkah baiknya jika pemerintah memberikan kemudahan mendapatkan pekerjaan bagi masyarakat.Â
Tentu saja dengan cara membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya sehingga semua orang bisa bekerja dan memperoleh penghasilan yang memadai untuk membeli makanan bergizi dan susu bagi anak-anak dan anggota keluarga masing-masing. Ini lebih mengena, efektif, dan menghargai harkat/martabat masyarakat.Â
Kalau cuma sekadar membagi-bagi secara gratis, sama dengan mengajarkan rakyat bersifat pasif menunggu, malas, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah mendidik rakyat jadi bermental pengemis.
Belum lagi kebijakan bagi-bagi makanan gratis ini berdampak negatif pada warung-warung dan kantin rakyat.Â
Dan yang jelas, program semacam ini hampir pasti tidak akan berlanjut jika terjadi pergantian pemerintahan nasional. Jika misalnya harus dihentikan, bisa memicu keresahan dan kegelisahan jutaan orang yang selama ini telah terlena menerima makanan, susu yang serba gratis.
Lebih baik jika misalnya diberikan layanan internet gratis, angkutan umum gratis bagi anak-anak dan lansia. Itu akan lebih terasa manfaatnya ketimbang membagi-bagi makanan gratis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H