Geram dan sangat marah membaca  berita tentang perilaku seorang anak oknum pejabat dinas perpajakan di Jakarta. Anak oknum pejabat itu bernama Mario (M), usia 19 tahun, mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Saat ini dia ramai dihujat dan dikutuki sebab diduga telah melakukan penganiayaan berat terhadap seorang pria remaja usia 17-an, bernama David (D).
Ditilik dari usia mereka yang masih belasan, atau mungkin lebih sedikit, mereka memang masih layak dianggap sebagai remaja. Tapi kesannya menjasi sangat mengerikan karena dengan status yang masih "kanak-kanak" itu, si M sudah melakukan aksi penganiayaan yang begitu sadis terhadap D. Sampai kini diberitakan korban (D) masih koma atau tidak sadarkan diri di rumah sakit.
Mengerikan membayangkan apa yang diperbuat oleh M terhadap D. Kabarnya video tentang aksi penganiayaan berat itu sempat beredar di medsos. Ada pegiat medsos dan mengulas peristiwa itu, namun mengatakan tidak tega menampilkan cuplikan video penganiayaan itu. Samalah dengan penulis yang tidak "betah"menonton tayangan sadis seperti itu, tidak pernah ingin menontonnya.
Tetapi berdasarkan kesaksian dan ulasan sekilas pihak-pihak yang sudah menontonnya, penulis sudah bisa mendapatkan gambaran yang cukup gamblang. Di mana katanya, si M memukuli bagian tubuh vital dan berbahaya (kepala) mengakibatkan D tidak berdaya, dan akhirnya koma. Kini masih terbaring di rumah sakit.
Perlakuan M tentu sudah di luar batas perikemanusiaan, apalagi dalam usia yang sebelia itu sudah tega berbuat sadis, bahkan teramat sadis. Dia layak dihukum maksimal. Masih kecil saja sudah begitu, bagaimana nanti kalau sudah semakin dewasa? Bukan tidak mungkin dia akan mudah berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain bukan? Terhadap oknum semacam ini tidak perlu diberikan hati. Hukum semaksimalnya.
Tetapi kita pun harus bersikap adil dalam memandang atau menyikapi peristiwa ini. Bahwa M diduga telah melakukan suatu tindakan biadab yang menyebabkan D sampai koma, janganlah lantas kita sikapi secara "buta". Jangan kita hanya melihat dan membayangkan kekejaman yang telah dia perbuat. Mari berpikir pula secara cerdas tentang motif. Apa yang menyebabkan si M sampai melakukan hal seperti itu? Sebab tak akan ada asap jika tidak ada api. Tak ada reaksi bila tidak dipicu aksi.
Berdasarkan ulasan dan berita sejauh ini, katanya, yang membuat M melakukan tindakan brutal ini adalah gara-gara si D "berbuat sesuatu yang kurang baik" terhadap A, seorang gadis remaja yang diduga teman atau pacar M. Sekali lagi: D diduga berbuat sesuatu yang kurang baik terhadap teman cewek M". Lalu si A mengadu pada M.Â
Dari kabar yang beredar, ada lagi pihak ketiga yang memprovokasi M dengan kata-kata "kalau gue jadi lu, si D pasti gue pukul!"Â
Nah, sebagai lelaki yang sedang tumbuh (remaja), tentu si M merasa panas, apalagi mungkin di sana ada pula si A. Maka dia pun bersama kawannya itu berangkat mencari D, menggunakan mobil mewah pula. Kawannya disuruh memvideokan adegan itu, dan jadi heboh.
Sekarang telunjuk kemarahan orang-orang se-Indonesia mengarah ke M, dan menghujat bapaknya yang disebut-sebut pejabat dinas pajak, dan kini memiliki harta senilai Rp 58 miliar(?) Sampai di sini kita bisa melihat suatu "manfaat" beredarnya kasus ini. Bisa jadi oknum pejabat ini akan ditelisik kok bisa memiliki harta sebesar itu? Terlebih lagi anaknya, si M, melakukan aksi kejam dan "bodoh" tersebut sambil mengendarai mobil mewah, Rubicon!