PHK atau pemutusan hubungan kerja menyakitkan sekali bagi penderitanya. Apalagi "musibah" itu datangnya mendadak, tanpa ada tanda-tanda. Hal itu dialami penulis beberapa waktu yang jauh sekali.Â
Setelah bekerja selama 3 tahun dan sangat menikmati pekerjaan walau gaji kecil, namun bidang pekerjaan sangat sesuai dengan ketrampilan, dan disiplin ilmu yang diperoleh. Setiap pekerjaan rasanya bagaikan menunaikan hobby saja. Maka tidak heran apabila ada unsur pimpinan "senang" dan mengandalkan kita.
Tapi selalu ada kendala, di mana ada saja pihak-pihak yang tidak suka terhadap kita dengan alasan masing-masing. Maka ketika terjadi suatu kesalahan yang tergolong fatal, namun bisa dimaafkan, kita pun akhirnya ditendang alias di-PHK. Sebenarnya kesalahan atau kekhilafan itu bisa diampuni dengan syarat tidak mengulangi lagi. Namun karena pihak-pihak yang anti sangat kompak, maka kita pun di-PHK pimpinan utama.
Tapi menjadi menyakitkan sebab surat PHK atau pemecatan itu tidak didahului peringatan atau pemberitahuan, supaya paling tidak kita bisa menyiapkan diri dan mentalitas. Maka bayangkan ketika surat dan pemberitahuan PHK kita terima pada sora hari, saat menerima gaji sebagaimana rutin pada akhir bulan.
Merasa diri aman-aman saja, pada hari akhir itu kita masuk kantor seperti biasa, melakukan pekerjaan dengan wajar dan normal, dan selalu gembira. Tapi pukul 15.00 saat dipanggil ke ruangan bendahara untuk mengambil amplop gaji, kita disuruh duduk dulu,dan disuruh membaca surat, yang ternyata surat pemberhentian.Â
Uniknya, di surat PHK itu tidak diberitahu alasan pemberhentian. Namun belakangan kita tahu bahwa pemecatan itu karena ketahuan tidak melaporkan dan mengembalikan uang sisa yang jumlahnya pun tidak seberapa. Walhasil kita pun dengan terpaksa menandatangani surat pemberhentian dengan uang pesangon yang juga tidak besar. Hanya beberapa bulan gaji.Â
Menangis dalam hati, itu sudah pasti. Tapi the show must go on. Hidup harus terus berlanjut. Dengan kepala tegak kita meninggalkan kantor untuk selamanya, diiringi tatapan kasihan dan rasa penyesalan kawan dan kolega yang merasa kehilangan. Juga ada tatapan mata sinis dan bergembira? Itu bagian mereka.
Setelah terkena PHK, dunia memang terasa goncang. Kita kembali larut dengan urusan mencari pekerjaan, dan berharap menemukannya sebelum uang pesangon habis. Tapi harapan dan doa tidak selalu terkabul "saat itu juga". Topangan hidup belum juga ketemu sementara tabungan sudah menipis, hingga akhirnya nol!
Setelah lama menderita, suatu ketika datang juga hari baik. Semua indah pada waktunya. Surat lamaran kerja ada yang berbalas positif. Setelah tes dan interview kita diterima. Namun yang lebih membahagiakan dan membuat hati penuh syukur ketika gaji yang kita peroleh ternyata jauh lebih bagus dari tempat yang dulu.
Adanya kesadaran untuk menggunakan uang penghasilan dengan baik dan bertanggung jawab, membuat keuangan pun turut membaik, dan punya prospek yang sangat bagus ke depan. Jika kita mengandaikan masih berada di tempat kerja yang lama, situasi keuangan pasti tidak sebagus dan sekondusif saat ini. Lalu apa yang kita simpulkan? PHK yang lalu itu adalah blessing in disguise. Ada berkah dalam musibah.
Memang, mungkin tidak ada banyak korban PHK yang nasibnya sebagus ini. Bahkan ada yang seperti tidak dapat menanggung derita, seolah tidak bisa menanggung, merasa dunia sudah kiamat. Setelah terkena PHK, Â justru larut dalam kefrustrasian, tidak berbuat hal-hal yang bisa mengubah keadaan buruk menjadi.
Maka, kepada siapa pun juga, setelah terkena PHK, cobalah melihat bahwa di balik ini ada semacam berkah tersembunyi atau blessing oin disguise.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H