Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Valentine Day, Bukan Budaya Kita?

14 Februari 2023   18:55 Diperbarui: 15 Februari 2023   08:45 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Valentine Day, bukan budaya kita!"

Kata-kata ini sering kita dengar dari orang-orang yang pastinya tidak berkenan  atau tidak setuju dengan Valentine Day, yang dirayakan sebagian orang setiap tanggal 14 Februari itu. Ada benarnya, sebab Valentine Day yang dikatakan sebagai hari kasih sayang itu, asalnya dari Eropa kuno, dan kejadiannya konon pada abad-abad awal tahun Masehi.

Apapun latar belakangnya sehingga momen ini menjadi formal dan mengglobal, kita sebaiknya mengambil pesan luhur atau makna positif yang terkandung di dalamnya saja. Valentine Day dirayakan sebagai hari kasih sayang. Untuk itu banyak orang menjadikannya momentum menyatakan rasa cinta kasih kepada orang-orang yang dikasihi.

Dulu, sangat mengharukan membaca kolom-kolom interaktif di media-media cetak (sebab ketika itu belum ada media online). Anak mengucapkan "valentine day" untuk orang tuanya, sambil mengirimi kembang, dan sebagainya. Orang tua membalas dengan ucapan yang sama. Semarak keharuan yang sama juga terasa (terdengar) melalui radio-radio.

Tapi sekarang, fenomena yang sebenarnya bagus ini justru dilarang dan diharamkan sebagian orang, atas nama agama. Salah satu alasannya adalah: karena "valentine day" bukan budaya kita. 

Kita? Yang dimaksud dengan "kita" di sini siapa? Apakah orang Indonesia secara keseluruhan, atau hanya sebagian yang beragama tertentu? Sebab faktanya, tidak semua orang di bangsa kita yang merasa perlu untuk menghindari atau mengharamkan momentum seperti ini bukan? 

Sebab kalau dipikir-pikir, apalah bedanya ucapan "selamat hari velentine" yang ditingkahi gambar cokelat dan hati (love) berwarna pink dengan ucapan "selamat hari ulang tahun" dengan gambar kue tart dan lilin yang menyala?

Sejujurnya merayakan HUT dengan cara seperti ini juga bukan budaya kita bukan? Sudah pasti itu diadopsi dari tradisi bangsa Eropa yang pernah begitu lama menjajah negeri ini. Bahkan mereka juga meninggalkan (mewariskan) agama tertentu, di mana sebagian warga kita menganut agama tersebut. Lalu apakah kita juga harus mengatakan "bukan budaya kita"?

Dan bahkan agama yang dianut sebagian besar masyarakat kita saat ini, notabene berasal dari luar juga, yang kondisi alam geografis, gaya hidup, tradisi dan budaya masyarakat setempat sangat jauh beda dengan kita yang berakar di Nusantara ini. Tapi apakah kita juga pernah mengatakan bahwa agama-agama tersebut bukan budaya kita?

Maksud opini ini, bukan berarti supaya kita harus menerima dan mengadopsi begitu saja Valentine Day ini, namun paling tidak agar bisa memilah mana yang layak diambil. Sebab tidak berarti yang dari luar, dalam hal ini Barat, buruk semua bukan? 

Pendapat yang tertuang dalam artikel ini, pada momen yang diperingati dunia sebagai hari kasih sayang, paling tidak menggugah kita supaya kritis dalam berpikir, dan konsisten dalam bertindak, sehingga tidak dengan mudahnya cuma mengatakan: "Ah, itu bukan budaya kita".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun