Menjelang pemilu/pilpres 2024, ada banyak politisi yang mulai sibuk mencari perhatian dengan cara, gaya bahkan ulah masing-masing. Tapi tujuan mereka cuma satu: berkuasa. Tidak lain dari itu. Soal apakah nanti bisa bekerja berpikir untuk membawa bangsa dan negara ini ke tujuan yang diidamkan semua rakyat. Oh, itu mah nanti dulu. Yang penting raih dulu kursi, tempat di mana bisa duduk tenang dan nyaman untuk memuaskan hasrat dan ambisi kuasa yang menggebu sejak lama.
Tetapi tetap saja ada pengecualian di antara para politisi itu. Sebab pasti ada butir mutiara di antara gundukan pasir dan gunungan bongkahan batu-batu. Tapi sayang, yang seperti ini memang barang langka. Namun ada kalanya "ada", di antara gelap dan muramnya kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Presiden Jokowi akan lengser pada 2024 nanti, tepatnya pertengahan bulan Oktober. Suksesornya tentu sudah ada usai pilpres yang diadakan petengahan Februari 2024. Tapi apakah "presiden terpilih" ini seperti mutiara yang indah berkilau? Atau justru cuma sebongkah batu kerikil yang tidak berharga? Nanti akan kita lihat.
Ini tahun politik, semua politisi sudah ambil ancang-ancang. Umbar statemen, wara-wiri ke mana-mana cari massa. (Bisa juga sebenarnya dia cari mangsa, apabila oknum politisi itu hanya mengincar kuasa, dan kenikmatan singgasana semata).
Ada politisi menyerukan perlunya perubahan dan perbaikan. Tapi apa yang hendak diubah, dia sendiri tidak paham apa yang dia sedang gembar-gemborkan. Dia hanya latah, ingin meniru pilpres AS pada masa lalu. Ketika itu Barack Obama yang menjadi capres dari Partai Demokrat (AS), mengusung jargon "change", perubahan dalam kampanyenya.
Kata "CHANGE" perubahan, sepertinya memang mampu menghipnotis banyak warga AS ketika itu, sehingga bagian terbesar memberikan vote pada pria berdarah Afro-Amerika itu? Barack Obama menjadi presiden AS -- bahkan sampai dua periode -- namun perubahan apa yang dia berikan untuk AS? Tentu sulit untuk diukur. AS tetap saja AS dengan kedigdayaannya yang sudah berlangsung dekade-an.
Nah, ada oknum politisi kita yang latah menirunya, dengan mengusung jargon "perubahan". Ingin melakukan perubahan? Tapi apa yang hendak dia ubah?Â
Pemerintahan Jokowi sudah melakukan banyak hal yang bagus dan positif untuk kemajuan bangsa dan negeri ini. Semisal dengan berani memproteksi kekayaan alam negeri demi kejayaan dan kemakmuran negeri di masa depan. Biji nikel yang sudah disetop ekspor, membuat nilainya berlipat ganda: dari yang tadinya cuma belasan triliun rupiah yang didapat, kini sudah ratusan triliun rupiah!
Lalu apa yang hendak diubah oleh politisi yang belum punya rekam jejak? Apakah maksudnya ingin membuka keran ekspor kembali sehingga negeri  kita cuma kebagian ampas dari kekayaan bumi sendiri? Membiarkan tambang-tambang emas, batubara, nikel, bauksit kita kembali dikangkangi bangsa asing? Amit-amit jabang bayi, jangan sampai kejadian.
Jadi, ke depan kita tidak membutuhkan perubahan, tapi kelanjutan dan kesinambungan pembangunan yang telah dirintis sejak beberapa tahun lalu oleh presiden saat ini.
Perubahan dan perbaikan? Apa yang hendak diperbaiki, apabila oknum yang punya gagasan itu belum pernah membuktikan kalau dirinya bisa bekerja? Perbaikan apa yang hendak dipersembahkan kepada masyarakat negeri sementara rekam jejaknya malah dipenuhi rusaknya sebuah kota?
Maka kepada para oknum politisi, berhentilah membual dan menebar janji kosong, yang kamu sendiri tidak paham apa yang sebenarnya ingin kau katakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H