Pagi ini, saat asyik bekerja di kantor, telepon berdering. Penulis sudah menduga itu pastilah ulah orang iseng yang ingin memperdaya. Seperti tulisan saya beberapa waktu lalu, tentang oknum yang diduga hendak menipu lewat telepon rumah. Waktu itu saya sempat terkecoh, dan memberikan nomor induk kependudukan (NIK).
Dan hari ini, Rabu 8/2/23) komplotan itu menyasar kantor. Entahlah apa mereka tidak tahu bahwa yang mereka coba kerjain ini adalah (telepon) kantor, di mana ada beberapa orang yang bekerja. Dan tentu tidak semudah itu memperdaya beberapa orang yang ada di kantor ini, bukan?
Dan benar saja, ketika penulis beranjak dari kursi kerja dan mengangkat gagang pesawat telepon, terdengar suara wanita yang sudah direkam (mesin). "Pelanggan yang terhormat...".Â
Penulis langsung menutup gagang telepon. Sebab jika dibiarkan, maka suara mesin itu akan mengatakan bahwa  rekening telepon kemungkinan belum dibayar, maka akan diblokir. Tapi untuk memastikan, silakan pencet nomor 1. Itu yang akan diucapkan mesin itu.
Seperti itulah awal masuknya. Dan jika kita pencet tombol nomor 1, di seberang sana ada yang sudah siap menerima, sambil menanyakan nama kita, dan sebagainya, lalu mengatakan akan mengecek sebentar. Dan setelah itu dia mengatakan  bahwa kita menunggak bayaran telepon, dan akan diblokir. Lucunya dan kesalnya, orang itu tidak memberikan kita kesempatan untuk membantah atau menjelaskan, apalagi untuk  konfirmasi dulu ke Telkom.
Dan ujung-ujungnya suara itu mengatakan bahwa kita punya rekening di sebuah bank. Atau ada nomor telepon di kota lain yang didaftarkan atas nama kita, dsb. Dia juga menanyakan nomor induk kependudukan. Sampai di situ kita mulai sadar dan curiga menanyakan namanya siapa, tetapi tidak dikasih tahu, malah nyerocos ngalor ngidul dengan nama menggertak, mengancam. Tanpa buang waktu, kita pun menutup gagang telepon dengan kasar.
Nah, ketika pagi  ini telepon kantor berdering, lalu terdengar suara mesin (suara wanita) menyapa, "pelanggan yang terhormat....", gagang telepon langsung kita tutup, sambil ngedumel dalam hati. Apakah praktik-praktik semacam ini tidak bisa diatasi atau dihentikan pihak yang berwenang?Â
Ya tentu saja kita berharap pada instansi yang bersangkutan untuk bisa menyelidiki praktik-praktik seperti ini, dan memblokirnya. Sebab "komplotan" itu kan berlagak atau mengaku-ngaku sebagai petugas dari instansi yang bersangkutan. Padahal tentunya tidak bukan? Semoga instansi milik negara ini bisa mengatasi kasus semacam ini, yang jelas-jelas merusak nama baik perusahaan negara tersebut. Bisa saja pihak  bekerja sama dengan petugas kepolisian untuk melacak keberadaan komplotan tersebut, dan meringkusnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H