Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PRT Bagaikan Makan Buah Simalakama

3 Februari 2023   11:07 Diperbarui: 3 Februari 2023   11:25 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesi sebagai "PRT" (pekerja rumah tangga) sudah termasuk tua, bahkan setua peradaban umat manusia. Hanya saja, istilah atau sebutan untuk itu berubah-ubah, mungkin untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan HAM (hak asasi manusia).

Untuk konteks Indonesia, dahulu digunakan istilah "babu". Mereka yang berprofesi sebagai babu ini, umumnya wanita yang tinggal di sebuah keluarga dan bekerja apa saja. Paling umum kerjanya mencuci, memasak, membersihkan rumah, hingga momong anak majikan yang masih kecil. Singkatnya, apapun pekerjaan di dalam sebuah rumah tangga, dapat disuruhkan kepada seorang babu.

Sesuai sebutannya "babu", golongan masyarakat seperti ini dipandang hina dan rendah oleh kebanyakan orang. Mereka yang berstatus sebagai babu, seolah bisa disuruh melakukan apa saja, atau diperlakukan apa saja oleh majikan dan keluarganya.

Semakin ke sini, istilah "babu" pun berubah menjadi pembantu,atau pembantu rumah tangga (PRT) meskipun pada dasarnya status sosial dan lingkup kerjanya tidak jauh berubah. Di kemudian hari sebutan ini pun mengalami "peningkatan" sebagai "pekerja rumah tangga".

Istilah atau sebutan sebagai "pekerja rumah tangga" memang terkesan lebih terhormat, bermartabat, dan lebih layak. Mereka yang bekerja pada "sektor" ini pun tampaknya sudah mulai memiliki kesadaran bahwa mereka memiliki harga diri. Maka tidak jarang PRT yang berani speak out atau melakukan protes atau pembangkangan pada majikannya.

Sebenarnya sudah ada upaya untuk semakin meningkatkan status PRT ini dalam hukum lewat adanya RUU PRT (Rancangan UU tentang PRT). Kandungannya, pastilah aturan-aturan yang nadanya akan semakin menghormati dan meninggikan "derajat" kaum PRT. Namun RUU PRT ini belum juga dibahas atau ditingkatkan statusnya menjadi UU PRT, sehingga para PRT memiliki status hukum yang lebih menjamin kehidupan mereka.

Dengan RUU PRT, bisa saja status atau keberadaan para PRT sama dengan pekerja atau karyawan di sektor lain, semisal memiliki jam kerja yang jelas dan terbatas. Tidak seperti selama ini PRT bekerja 24 jam, dalam artian, dia bisa saja dibangunkan tengah malam atau dini hari untuk membuatkan kopi untuk majikan, misalnya?

Maka dengan RUU PRT, akan diatur jam berapa bekerja, istirahat, apa saja pekerjaannya, gaji upah, cuti, THR bahkan pesangon kalau diberhentikan secara sepihak oleh majikan?

Jika ini terjadi, maka para PRT akan terangkat harga diri dan status. Mereka tidak lagi bisa diperlakukan secara sewenang-wenang oleh majikan dan keluarganya, sebab status dan kedudukan mereka sudah dijamin pemerintah dalam UU PRT.

Jika mencermati hal-hal yang akan terjadi dengan adanya UU PRT, situasi dan kondisi memang menjadi kurang kondusif bagi keluarga yang mempekerjakan, sebab mereka tidak lagi bisa "sewenang-wenang" terhadap PRT-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun