Lebih sadis lagi ketika pihak-pihak yang tidak berperikemanusiaan, yang punya agenda-agenda terselubung, menjadikan musibah kebakaran hutan dan lahan ini menjadi bahan untuk menyerang dan mendiskreditkan pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi.Â
Sekolompok mahasiswa dungu memprotes asap pekat dengan membakar ban bekas di jalan raya. Asap hitam pun membubung menambah tebalnya asap yang dihasilkan karhutla. Dungu, sebab mahasiswa-mahasiswi itu bukannya berkonvoi ke kawasan yang terbakar dan membantu memadamkan api.Â
Di jalanan mereka demo, menuntut Jokowi mundur, bukannya menuntut gubernur dan walikota yang sempat-sempatnya ke luar negeri, Kanada dan Thailand di saat kondisi "genting".Â
Untuk kunjungan kerja? Lebih penting mana? Bersama rakyat menghadapi musibah atau bepergian ke luar negeri? Kedunguan serupa diperlihatkan sekelompok wanita/ibu-ibu yang datang ke areal kebakaran, berselfi ria sambil membentangkan bendera item yang mereka puja dan dewakan. Sakit jiwa?
Musibah kebakaran hutan bukan terjadi di masa Jokowi, sebab memang sudah rutin setiap musim kemarau berkepanjangan. Bedanya, di era Jokowi penanggulangannya serius dan jelas.Â
Beda dengan sebelumnya yang pasrah dan membiarkan bencana tahunan itu usai seiring tibanya musim penghujan. Jokowi sudah memberikan pengarahan, begitu ada titik api, segera padamkan supaya tidak sempat menyebar. Tetapi pemda dan jajarannya yang mestinya sigap, sepertinya tidak peduli sampai kebakaran meluas dan menjadikan masyarakat menderita hebat.Â
Dan yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa kebakaran semacam ini lebih banyak disebabkan ulah manusia yang dengan sengaja membakar hutan dengan berbagai tujuan.Â
Ada yang ingin memperluas areal perkebunan, tetapi yang lebih sadis adalah disengaja untuk memojokkan pemerintah Jokowi. Dan semua mestinya dapat diantisipasi pemda dan aparatnya. Pemda dan aparat yang mestinya bekerja keras mengatasi karhutla, tapi kok malah seperti dibebankan ke Presiden Jokowi? Lalu apa kerja kepala daerah? Jalan-jalan ke luar negeri dan karaokean? Memalukan!
Gara-gara ulah aparatur daerah yang ndablek, yang tidak mau melakukan instruksi inikah Jokowi menangis? Semoga bukan. Aparat dan pemda yang tidak bisa melakukan tugasnya harus ditindak tegas.Â
Tapi di zaman edan ini, Kepala Negara tidak punya wewenang memecat gubernur, bupati, walikota, dll., yang mbalelo. Kekebalan semacam inikah yang membuat oknum kepala daerah ogah-ogahan bekerja?Â
Tapi terlepas dari itu semua, Presiden Jokowi tidak perlu sampai menitikkan air mata. Memang berat beban Pak Jokowi sebagai pemimpin yang tiada henti diserang dan diganggu kawanan iblis durjana.Â