Sekarang ini, pemilik akun bernama Lisa Marlina (LM) menjadi bahan gunjingan warga medsos. LM bahkan berpotensi diseret ke ranah hukum karena mencuitkan sebuah status yang dapat menyinggung perasaan suatu kaum. Kalau ada yang melapor  ke pihak yang berwajib, maka LM hampir dipastikan masuk bui. Beginilah status LM yang mulai mem-viral pada 21 Juli 2019:Â
"Di Bali itu ga ada pelecehan sexual karena kl dilecehkan ya seneng2 aja, mau menyalurkan hasrat pun gampang karena pelacur dan pelacuran nya available setiap jengkal, modal sedikit dapat. Jadi ga akan ada yg dilaporin lah".
Berdasarkan tampilan di profil, LM seorang perempuan yang dibalut busana agamis. Dari beberapa jejak digitalnya dapat diketahui bahwa LM ini simpatisan dari pasangan capres yang kalah di Pilpres 2019 yang baru lalu. Tapi entah kenapa dia begitu mudah tanpa tedeng aling-aling menuding bahwa di Bali, prostitusi tersedia di setiap jengkal? Apa mungkin dia punya memori atau pengalaman pahit dengan Bali yang indah itu? Atau apakah dia punya dendam atau sakit hati dengan dunia prostitusi? Tapi, artikel ini tidak membahas pergumulan batin si LM.Â
Lebih seksi ngerasanin pelacur.
Pelacur atau pelacuran adalah salah satu musuh utama masyarakat dari doeloe hingga zaman now. Di anggapan masyarakat, segala sesuatu yang beraroma pelacuran itu adalah dosa yang paling besar dan terkutuk. Dan pelacur--yang lazimnya seorang wanita--dituding sebagai manusia paling hina dan sangat layak masuk neraka karena dosanya yang kelewat besar.Â
Praktik pelacuran bahkan disebut sebagai salah satu profesi tertua di muka bumi ini. Di era para nabi pun sudah ada pelacur. Imej pelacur pada ribuan tahun silam itu pun sudah begitu nista, sebab hukuman yang ditimpakan kepada seorang pelacur adalah rajam sampai mati.Â
Di Alkitab, ada kisah tentang seorang perempuan sundal yang hendak dirajam (dilempari pakai batu) sampai mati oleh massa. Tetapi Yesus Kristus--yang menurut keyakinan kristiani adalah perwujudan Tuhan Allah di muka bumi--membela dan menyelamatkan nyawa si pelacur dari aksi main hakim sendiri itu. Sebelum batu pertama ditimpukkan ke tubuh wanita malang itu, Yesus Kristus yang kebetulan sedang lewat di lokasi itu menantang massa: "Barang siapa di antara kalian yang merasa tidak pernah melakukan dosa, silakan timpuk wanita ini!" Mendengar perkataan yang sangat agung itu, orang-orang itu pun malu sendiri, satu per satu pergi meninggalkan tempat itu. Yesus menghampiri si wanita dan berkata: "Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi."Â
Kita pun harus malu, sebab siapa sih di antara kita yang tidak pernah berbuat dosa? Dan ingat, yang namanya dosa itu bukan cuma pelacuran. Dalam hukum Taurat yang ke-6 ada perintah Tuhan: JANGAN BERZINAH. Praktik pelacuran jelas melanggar hukum yang ke-6 ini.Â
Selain itu, di hukum Taurat yang diturunkan Allah ke Nabi Musa ini juga ada perintah: jangan mencuri, jangan membunuh, jangan berdusta, dsb. Artinya, menyakiti hati sesama manusia, korupsi, mencuri, menipu orang, juga merupakan dosa di mata Tuhan. Tetapi kenapa kok hanya pelacuran yang dianggap sebagai dosa oleh kebanyakan manusia? Kenapa seorang pelacur sangat dibenci oleh ibu-ibu, sementara suaminya yang ahli menipu dan korup, malah dibangga-banggakan sebagai pria idaman?
Praktik pelacuran sudah ada di sepanjang peradaban umat manusia. Dan di sepanjang itu pula ada saja orang yang sok pahlawan ingin menghapuskan pelacuran dari muka bumi. Pahlawan kesiangan ini biasanya dari kalangan pemuka agama. Ada "pahlawan" yang mulutnya lantang mengecam kemaksiatan, tetapi, he he he he..., ternyata belakangan hari ketahuan dia pelaku maksiat juga. Hahahahahah.... Makanya, cermat menggunakan medsos. Salah-salah aibmu kau sebar ke seluruh dunia.Â
Seorang wanita (terpaksa) melacur? Tentu ada banyak faktor yang melatarinya. Sebab yang jelas, tidak ada seorang pun wanita yang bercita-cita menjadi penjaja cinta. Banyak kasus, seperti karena dikecewakan pria (suami) seorang wanita melampiaskan dendam dan sakit hatinya dengan cara seperti itu.Â
Si pria tidak mau bertanggung jawab, atau suami diam-diam kawin lagi. Anak atau si buah hati--kalau ada--biasanya menjadi tanggung jawab si wanita (ibu). Kalau tidak punya pekerjaan atau penghasilan, bisa saja sang wanita dengan terpaksa mengambil jalan pintas--demi menghidupi buah hatinya itu. Â Sementara pria atau suami yang tidak bertanggung jawab itu, berasyik-masyuk dengan wanita lain. Giliran ada wanita yang hendak dirajam, pria-pria ini paling garang untuk merajam duluan.
Dalam sebuah tugas jurnalistik, beberapa tahun lalu penulis berbincang dengan sejumlah wanita di sebuah lokalisasi. Beberapa orang mengaku punya anak di kampung, diasuh neneknya. Semua disebabkan suami kabur atau kawin lagi tanpa ada tanggung jawab biaya untuk anak. Demi mendengar kisah-kisah seperti ini, penulis pun ingat lirik lagu "Wuduri": .... tersentuh hati dalam keharuan, setelah tahu apa yang terjadi....Â
Dalam hal ini, kita tidak bermaksud membela praktik pelacuran, sebab itu tetaplah dosa. Hanya saja, janganlah terlalu mudah menghakimi mereka, tetapi bantulah dengan solusi. Misalnya, carikan atau berikan pekerjaan yang halal supaya mereka punya penghasilan menghidupi diri dan anak-anak. Atau bagi teman-teman penganut ajaran agama yang membolehkan poligami, mungkin bisa mengangkat saudari-saudari itu dari lembah nista dengan cara menikahi mereka, menjadikan istri kedua, ketiga, dst. Sungguh mulia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H