Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilpres Usai, Medsos Terasa Sepi

5 Juli 2019   11:13 Diperbarui: 5 Juli 2019   11:21 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan keputusannya terkait sengketa pilpres pada 27 Juni 2019 lalu, lambat laun situasi di Ibu Kota dan sekitarnya terasa adem. 

Lega rasanya, ketika beberapa hari kemudian kita menyaksikan konvoi bus tentara melaju di jalan-jalan protokol, menuju markas atau barak mereka di daerah. Tak terasa, selama hampir tiga bulan mereka berjaga, hidup di tenda-tenda sekitar tempat-tempat vital untuk menjaga segala kemungkinan yang bisa mengganggu keamanan bangsa dan negara. 

Komplek Gedung DPR/MPR di Jalan Gatot Subroto misalnya, semenjak hari pencoblosan seperti menjadi bumi perkemahan. Ratusan atau mungkin ribuan petugas standby di sana. Kita tentu tidak mau kembali terulang peristiwa didudukinya Gedung DPR/MPR oleh massa dan mahasiswa yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto. 

Peristiwa dan latar-belakang di bulan Mei 1998 itu memang beda--sangat jauh beda-- dengan Pilpres 2019 ini, namun yang namanya kelompok yang "gemar melakukan segala cara, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan", harus diwaspadai. Jangan lengah barang sedetik pun terhadap kelompok semacam ini, yang terus bernafsu merongrong NKRI yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945.

Keputusan MK yang menolak segala permohonan paslon 02, dan yang sekaligus mengesahkan, mengukuhkan dan memastikan kemenangan yang diraih paslon 01 pada Pilpres 17 April 2019, memang masih direspons secara "panas" oleh para pendukung pihak yang "kalah". Selama beberapa hari persidangan di MK, banyak simpatisan sang capres yang setia berjaga-jaga di sekitar Gedung MK.

Mereka seperti ingin menyampaikan pesan kepada para hakim supaya tidak "main-main" dengan keputusannya. Atau dengan kata lain "jangan pernah membuat kami marah dengan putusanmu".

Tapi para hakim MK tersebut adalah sosok yang benar-benar agung dan mulia dalam menjalankan amanat konstitusi. Dengan suara bulat mereka menolak semua tuntutan pemohon, karena memang tidak punya dasar yang kuat. Maka benar sekali kata Prof Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, atau yang populer dengan nama Prof Eddy, yang menjadi salah satu kuasa hukum paslon tergugat: "yang namanya bukti itu harus lebih terang dari cahaya!" 

Nah, berhubung para saksi dan kesaksian yang diajukan pihak penggugat sangat tidak meyakinkan, maka wajar saja ditolak. Dan penolakan ini membuat para simpatisan yang sejak beberapa hari dengan setia berjaga-jaga mengawal persidangan meradang. 

Banyak kaum ibu yang menangis histeris dan menyumpah-nyumpah. Heran juga dengan militansi ibu-ibu ini, tampang boleh lugu dan sederhana, namun semangat untuk membela Prabowo Subianto sangat menggetarkan sukma. Bahkan beberapa dari ibu-ibu itu terdengar sangat fasih menjelaskan soal hutang luar negeri yang semakin menumpuk dan mengerikan. Dia mengaku sangat khawatir membayangkan generasi penerus akan terbebani hutang negara ini. 

Bu...Bu, wong hutang di warung sebelah rumah saja belum lunas-lunas, kok sekarang ujug-ujug sibuk dan siteres mikirin hutang negara? Ibu Menkeu Sri Mulyani Indrawati saja selalu dengan santai meyakinkan kita bahwa posisi keuangan negara sangat kuat dan stabil, lha, kok ibu-ibu ini malah berlagak lebih paham sih kebijakan luar negeri kita? Jangan-jangan kalau Wowo menang, ibu-ibu menuntut pula diangkat jadi menlu? Hihihihihihihihi....

Ya, begitulah. Pasca-pengumuman MK masih banyak terdengar suara-suara yang tidak rela. Meski sudah menyatakan menghormati keputusan MK, Prabowo-Sandi juga masih MMK (malu-malu kucing) mengucapkan "selamat" kepada Jokowi - Ma'ruf. 

Di lain pihak, sikap Prabowo yang cenderung mulai bisa menerima fakta, dinilai sebagai kelemahan dan pengkhianatan oleh sejumlah simpatisan yang merasa telah berjuang mati-matian membela guna memenangkan paslon ini. Di beberapa pertemuan terdengar gejolak akibat emosi yang meluap-luap. Memang perlu beberapa waktu untuk membuat semua tenang, dan menerima kenyataan ini.

Demikian pula situasi di medsos yang lambat laun semakin kondusif. Perang status dan meme antar-pendukung paslon sudah mereda semenjak quick count diketahui masyarakat. Banyak fans 02 yang agaknya dapat menerima dan pasrah saja lalu mengundurkan diri dari medsos. 

Lumayan juga, beberapa akun yang selama ini suka bikin darah tinggi naik, dan menjadi lawan debat yang memancing-mancing emosi, satu per satu menghilang tanpa pesan. Di mana pun kalian, semoga dalam lindungan Tuhan Yang Maha Pengasih, dan tetaplah cinta NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun