Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menunggu Sikap Prabowo

31 Agustus 2018   11:32 Diperbarui: 31 Agustus 2018   11:49 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Peristiwa pelukan antara Presiden Jokowi dan Ketua PPSI Prabowo--dengan seorang atlet pencak silat yang baru meraih medali emas di ajang Asian Games, Rabu 29/8/2018 lalu, tentu sangat mengharukan. Sebelumnya kedua tokoh itu duduk berdampingan kompak sambil menonton laga cabor pencak silat itu di tribun kehormatan. 

Diharapkan sikap kedua pemimpin itu mengalirkan energi baik ke sanubari seluruh pendukung sehingga tidak ada lagi aksi saling serang kata-kata di medsos. Dan yang paling penting juga adalah tidak perlu ada aksi-aksi demo berjudul "ganti presiden" dan "tetap presiden". Yang namanya presiden di negeri kita, punya masa jabatan, paling lama dua periode. Jadi, kalau mau ganti presiden, ikuti saja mekanismenya yang sudah ada, dan beradab, yakni: Pilpres 2019. 

Hingar-bingar Pilpres 2014 sepertinya belum sirna sepenuhnya dari pikiran banyak orang. Kemungkinan masih ada yang belum move on dari kejadian empat tahun silam tersebut. Agaknya masih banyak yang tidak rela dan tidak dapat menerima kenyataan bahwa idolanya bukan menjadi orang nomor satu di negeri ini. Kondisi ini makin diperparah oleh Pilgub DKI 2017 yang dianggap banyak orang sebagai kelanjutan rivalitas antara dua capres 2014 silam itu. 

Puncaknya adalah tahun politik 2019 yang kembali mempertemukan Jokowi - Prabowo di pilpres. Jokowi didampingi cawapres KH Ma'ruf Amin, sementara Prabowo menggandeng Sandiaga.

Pilpres masih cukup lama, kira-kira delapan bulan dari sekarang. Tapi suhu yang ditimbulkannya sudah terasa panas sejak beberapa tahun silam, terutama mendekati tahun politik. Di media-media sosial (medsos), perang kata-kata antara simpatisan Jokowi dan pendukung Prabowo terus bergulir. Kalimat-kalimat dan gambar (meme) saling ejek, saling klaim, saling hina, terus bergulir. 

Beberapa pengguna medsos dengan sengaja menyebar hoax dan berita-berita palsu yang dipelintir secara intensif dan masif dengan niat menjatuhkan pemimpin yang sedang bekerja saat ini. Dan pihak yang berseberangan membalas atau menanggapi dengan komentar disertai meme yang bisa saja membuat dongkol atau marah pihak sebelah. Itu sedikit gambaran di dunia maya. 

Sementara kejadian di dunia nyata pun tak kalah panasnya. Pihak-pihak yang tidak sabar melihat junjungannya tampil di tampuk kekuasan, tiada henti dan tiada lelah-lelah melakukan berbagai cara untuk menggembosi orang yang sedang berkuasa. 

Isu apa pun ditampilkan untuk membuat jelek rupa pemerintah yang "sibuk bekerja". Hal-hal yang sebenarnya bagus, diolah sedemikian rupa sehingga terkesan buruk. Agama yang intinya mengajarkan kebajikan pun turut dimainkan sehingga orang-orang yang memiliki iman "ala kadarnya" pun cepat terhasut dan terbakar. 

Kemarin dalam sebuah status di medsos, seseorang mengingatkan bahwa "mata pelajaran agama akan dihapus dari sekolah apabila Jokowi lanjut dua periode". Wah, kasihan sekali orang ini yang telah menjadi korban hasutan dan informasi palsu. Mana mungkin Jokowi yang sekarang didampingi seorang ulama besar, akan menghapus pelajaran agama dari sekolah? 

Tapi itulah satu contoh dahsyatnya kekuatan para penipu dan pembohong yang melakukan segala cara demi kepuasan syahwat. Dan betapa jahat dan teganya oknum-oknum yang nafsunya sudah dilingkupi hasrat kekuasaan dan kebencian pada seseorang. Yang lebih menghina kemanusiaan kita adalah bahwa mereka dengan sadar menjual agama yang sudah terang dan jelas melarang segala tipu daya dan adu domba.

Yang paling meresahkan saat ini adalah aksi demo "ganti presiden", dan sudah berlangsung di beberapa tempat. Bahwa ada ribuan orang yang mengikutinya, itu adalah fakta. Tapi bahwa ada lebih banyak orang (silent majority) yang tidak berkenan dengan aksi-aksi jalanan seperti itu pun harus diperhatikan. 

Semua orang berhak mengungkapkan aspirasinya, termasuk "ganti presiden". Tapi orang lain juga punya hak dengan aspirasi sebaliknya: tetap presiden. Nah kalau kedua hal yang kontradiktif ini beradu, yang terjadi adalah chaos dan kekacauan. 

Dan itu sudah mulai terlihat di Surabaya,Riau, Batam, dll. Penolakan! Kalau ada aksi pasti ada reaksi. Ente jual ane beli, kata orang Betawi. Lalu kenapa terus memaksakan diri ketika malapetaka sudah di depan mata? 

Anda diam orang lain pun tertib. Ketika petugas kepolisian menjalankan wewenangnya untuk menjaga ketertiban massa, malah mereka menuduh polisi kejam dan sadis. Yang sadis itu siapa? Ya, jelas pihak-pihak yang tidak mau ikut aturan, dan tidak peduli sekalipun ulahnya menimbulkan kekacauan dan kekisruhan. 

Kembali ke topik awal, peristiwa pelukan antara Jokowi dengan Prabowo. Kejadian ini memang dapat mengademkan suasana. Apalagi pertemuan akrab antara kedua sosok ini sudah berkali-kali terjadi, bahkan pernah sambil naik kuda. 

Namun semua itu tidak berefek kalau gesekan di akar rumput tetap terjadi dan memanas. Maka alangkah baiknya jika Prabowo mengeluarkan statemen bahwa aksi-aksi demo "ganti presiden" itu, tidak pada tempatnya, dan belum waktunya, sebab nanti ada masanya kampanye. Seruan ini, selain berpotensi mendinginkan suasana, juga mendidik masyarakat untuk menghormati peraturan dan undang-undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun