Kini, pidato Jokowi di Sentul dibolak-balik mereka sebagai provokasi Jokowi untuk berkelahi dengan sesama anak bangsa. Mereka sendiri paham bahwa pidato tersebut sama sekali tidak ada unsur untuk mencari permusuhan atau lawan. Apalagi, beberapa detik kemudian Jokowi menyambung pidatonya tadi dengan kalimat: "Tapi jangan ngajak (berantem) loh. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak (berantem), tidak boleh takut," kata Jokowi lagi-lagi disambut antusias oleh para relawan.
Dan konteksnya pun berantem di media sosial, bukan fisik! Jadi sangat jelas, tidak ada yang perlu dipersoalkan dari pidato tersebut. Itu hanya soal membela diri kalau mendapat perlakuan semena-mena. Dalam konteks ini, fitnah dan hoax yang disebarkan oleh mereka di medsos, ya harus dilawan/ditanggapi di medsos pula. Tapi pihak sebelah merespon dengan cara ngawur.Â
Kemudian setiap pihak mengomentari pidato itu dengan bumbu-bumbu penyedap untuk kepentingannya sendiri, atau kelompok mereka sendiri. Orang-orang yang selama ini kita kira pintar dan cerdas, ternyata kualitas nalarnya tidak beda dari seorang idiot dalam mengomentari pidato tersebut di media sosial seperti Twitter, dll. Dan mereka memang tidak perduli, sebab yang mereka incar adalah posisi dan kenikmatan jabatan dari pihak yang mereka dukung.
Kondisi terkini semakin memperlihatkan kualitas mental pihak sebelah yang sebenarnya kacau. Kelompok ini tanpa merasa risih atau tidak merasa bersalah sedikit pun gencar melakukan aksi-aksi demo yang terang-terangan menyerang presiden dengan kampanye #2019gantipresiden. Mereka beraksi dari satu kota ke kota lain.
Dalam orasi, mereka pasti melontarkan isu-isu yang buruk soal pemerintah dan presiden. Begitu bebasnya mereka seolah tidak ada yang berhak melarang atau menghentikan aksi tersebut. Padahal tindakan semacam itu, yang ingin mengganti pemerintah secara tidak sah, tergolong makar. Sebab kalau ingin mengganti presiden toh sudah ada mekanismenya, yakni pilpres tahun 2019, yang hanya beberapa bulan lagi dari sekarang.
Aksi-aksi (demo), sebar hoax, fitnah, dll., yang berpotensi memecah-belah bangsa inilah yang harus dilawan, sebab bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk di masa-masa mendatang. Bila cara-cara ini tidak dihentikan, maka demokrasi menjadi tidak berguna, yang terjadi adalah anarki! Maka, demi memberikan pendidikan politik yang bermartabat, aksi-aksi yang mencederai demokrasi dan kepatutan, harus dilawan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H