Sebab kalau hal seperti ini dibiarkan, maka ini menjadi preseden buruk, dan menjadi kebiasaan, ditiru oleh daerah lain. Sah-sah saja pemuka agama mengingatkan umatnya, namun harus tahu di mana tempat dan waktunya.Â
Panasnya Pilkada Sumut ini ditandai dengan banyaknya tokoh-tokoh agama dari luar Sumut yang turut ambil bagian dalam kampanye. Sebut saja misalnya Tengku Zulkarnaen yang di Jakarta sangat aktif  menjegal Ahok. Ustad Somad Batubara, yang memang putra asli Sumut, turut andil memberikan "pencerahan" bagi warga supaya tidak salah memilih pemimpin. Sebab, salah memilih gubernur, hukumannya adalah neraka! Itu kata mereka. Hanya saja, di daerah yang mayoritas non-muslim, gaya ini kok tidak digunakan?Â
Yang tidak kalah menyedihkan lagi adalah ketika Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI menjadi jurkam Eramas. Dalam pidato di depan ribuan orang, Gatot  menyerukan agar masyarakat Sumut memilih orang Sumut juga untuk  menjadi pemimpinnya. Gatot yang keblinger, lalu apa kepentingan warga non-Sumut seperti Anda, melontarkan statemen yang nadanya memecah-belah dan provokatif seperti ini?
Panasnya suhu pilkada di Sumut ini memang mewakili panasnya persaingan antara kubu Jokowi dengan Prabowo. Namun yang lebih ganas adalah  "dendam" para pembenci Ahok. Untuk itulah mereka terus memburu pihak-pihak yang menurut mereka bagian dari Ahok, seperti Djarot yang jadi cagub Sumut.
Maka jargon "haram hukumnya memilih 'teman' penista agama" menjadi salah satu ungkapan yang menghiasi jagad pilkada Sumut 2018 ini. Tidak heran, jika dalam quick count, pasangan Djarot-Sihar yang menurut hitung-hitungan dan polling, paling tidak akan unggul tipis, akhirnya mendapat suara lebih kecil dibanding rival.Â
Sayang sekali, Sumut yang heterogen, dihuni masyarakat bermacam suku, agama dan kepercayaan, yang sejak dulu aman damai rukun dan penuh toleransi, hendak dirusak oleh oknum-oknum yang melestarikan dendam dan kebencian dalam hatinya. Provinsi yang selama beberapa tahun terakhir ini berganti-ganti dipimpin gubernur korup yang akhirnya dijebloskan ke penjara, padahal punya kesempatan yang baik untuk memiliki pemimpin yang bersih terbukti dan teruji dalam memberantas korupsi di bawah Djarot. Tapi, masyarakat tampaknya tidak mau belajar dari kasus-kasus masa lalu. Kini kita hanya bisa berdoa dan berharap, kiranya pemimpin di era yang baru ini tidak mengecewakan!