Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ahok dan Sumber Waras

5 Juni 2018   12:59 Diperbarui: 5 Juni 2018   13:03 1800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: hukumonline.com)

Rumor korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras, Jakarta Barat, di era pemerintahan Gubernur Ahok, adalah salah satu mesiu yang digunakan oleh para pembencinya untuk menjungkalkan dirinya dari Balai Kota--kantor gubernur DKI Jakarta. Sebagaimana kita tahu, Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama punya rencana untuk membangun rumah sakit kanker di lahan yang dibelinya tersebut.

Namun niat mulia itu tidak kesampaian karena Ahok tidak mendapat kesempatan untuk terus mengemban tugas sebagai pengambil kebijakan nomor satu di DKI Jakarta. Dia--bersama calon wagub Djarot Saiful Hidayat--kalah dalam Pilkada DKI 2017 dengan segala kontroversinya itu. Bahkan dia tidak bisa menuntaskan sisa jabatannya yang tinggal beberapa bulan lagi karena harus masuk penjara dengan dakwaan menista agama.

Isu dugaan korupsi pembelian lahan RS SW di masa itu, yang dituduhkan kepada Ahok, memang sangat gencar dihantamkan para lawan politiknya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai harga lahan seluas 3,6 hektare yang dibeli pada tahun 2014 dengan harga Rp 755 miliar itu kemahalan, dan negara dirugikan hingga Rp 191 miliar. 

Silang sengketanya adalah karena lokasi yang berada di Jl. Kiai Tapa itu dibeli oleh Pemda DKI dengan acuan NJOP Rp 20,755 juta per meter persegi. Namun BPK menilai lokasi tanah itu adanya di Jl. Tomang Utara dengan NJOP yang lebih murah. Sehingga keuangan negara telah dirugikan karena Pemda DKI membeli dengan harga mahal. Kalau bisa membeli lebih murah, kenapa harus membeli dengan harga mahal, bahkan sampai selisih Rp 191 miliar? Demikian kira-kira opini umum tentang kasus tersebut.

Soal sengketa ini sebenarnya sudah dijelaskan oleh Ahok ketika dipanggil sebagai saksi di pengadilan tipikor dengan segala bukti-bukti dan argumen yang dia miliki. KPK sendiri dalam pemeriksaan terhadap Ahok, menyatakan bahwa memang tidak ada tindak korupsi dalam kasus tersebut. Lembaga antirasuah ini mengumumkan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.

KPK memeriksa Ahok dalam kasus ini pada 12/4/2016. Dan lembaga ini menegaskan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan Gubernur Ahok dalam pembelian lahan RS SW. Ahok sendiri menegaskan bahwa, sejak awal memang tak ada yang salah dalam pembelian lahan RS  Sumber Waras. Sebab harga beli sudah ditentukan oleh NJOP. Namun pihak BPK yang terus berkukuh bahwa ada kerugian negara dalam kasus tersebut.

Mengapa isu RSSW tidak otomatis berhenti dengan dijebloskannya Ahok ke penjara Mako Brimob atas vonis penistaan agama? Lawan-lawan politik dan pembencinya tentu tidak "rela" Ahok hanya mendekam 2 tahun di balik jeruji besi, sesuai vonis hakim. Mungkin mereka ingin mantan suami Veronica Tan ini dihukum lebih lama lagi: penjara seumur hidup, atau kalau perlu dihukum mati! Maka dengan dijerat kasus RSSW, mereka berharap hukuman Ahok akan berlanjut.

BPK pun tentu tidak ingin kredibilitas dan kapabilitasnya dipertanyakan apabila mengamini keputusan KPK yang menyatakan tidak ada penyimpangan dalam pembelian lahan RSSW. Jadi bisa dipahami bila lembaga pengawas keuangan ini akan terus mempertahankan sikapnya soal sengketa ini.

Pemda DKI saat ini, yang tidak ingin terbebani kasus RSSW ini, dan demi meraih opini WTP, memutuskan untuk membatalkan saja pembelian lahan RSSW tersebut. Apalagi hal tersebut juga direkomendasikan oleh BPK. Dan sejauh ini ada berita bahwa Yayasan Kesehatan Sumber Waras sepakat dengan rencana Pemda DKI.

Yayasan bersedia mengembalikan  uang pembayaran lahan yang telah dibeli Ahok tersebut berdasarkan NJOP yang berlaku saat lahan itu dijual ke pemerintah. Dan pihak Yayasan menambahkan bahwa pembatalan pembelian itu harus berdasarkan  aturan hukum yang berlaku (Koran Tempo, 4 Juni 2018).

Masih panjang memang lika-liku yang harus ditempuh kedua belah pihak (Pemda DKI dan Yayasan Kesehatan Sumber Waras) supaya jual-beli yang telah terjadi sekitar empat tahun silam itu dibatalkan secara sah sesuai hukum. Dan dalam proses ini, bisa saja banyak pihak yang menunggu dengan harap-harap cemas, apakah pihak yayasan akan menyebut-nyebut nama seseorang yang turut kecipratan uang hasil penjualan lahan yang dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 191 miliar tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun