Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Buka Puasa Bersama di Masjid Istiqlal

1 Juni 2018   06:27 Diperbarui: 1 Juni 2018   07:56 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buka puasa bersama di Masjid Istiqlal (TEMPO)

Beberapa tahun lalu, mungkin antara 1999-2000 (?), saya bekerja dan berkantor di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Sebagai anak muda berstatus lajang waktu itu, saya indekos di daerah Depok. Jadi kereta api rel listrik (KRL) adalah alat transportasi saya sehari-hari kalau pergi-pulang kerja, Depok - Jakarta. 

Apalagi tempat kos saya tidak jauh dari Stasiun Depok Baru. Saya turun di Stasiun Juanda, lalu berjalan kaki menyusuri trotoar lebar di Jalan Juanda (seberang Istana Negara) menuju kawasan perkantoran di Harmoni. Begitu sebaliknya kalau mau pulang sore hari: berjalan kaki dari kantor ke Stasiun Juanda. Untuk saya yang masih muda waktu itu, hanya butuh kurang-lebih dari 15 menit untuk menempuh jarak yang cukup jauh itu.

Stasiun Juanda--boleh dikatakan--bertetangga dekat dengan Masjid Istiqlal, karena hanya dipisahkan oleh jalan raya. Hanya tinggal menyebrang jalan saja. Waktu itu kebetulan bulan puasa. Dan beberapa teman di kantor sering bercerita tentang acara buka puasa bersama yang mereka ikuti di masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut. Setiap bulan Ramadhan, selama sebulan penuh, selalu diadakan acara buka bersama di mesjid tersebut.

Saya yang non-muslim diam-diam jadi tergelitik dan ingin tahu seperti apa sih suasananya buka puasa bersama itu? Maka sepulang dari kantor sekitar pukul 17.00 saya mampir dulu ke Mesjid Istiqlal yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari St. Juanda. Wah..., ramai juga ternyata. 

Ada ribuan orang yang sudah duduk teratur di tempat-tempat yang disediakan. Saya yang terlihat bingung, dan tidak mengerti harus melakukan apa--balik badan dan pulang atau ikut duduk? Saya sendiri ragu, jangan-jangan acara itu terlarang bagi orang yang tidak berpuasa, seperti saya? Kalau ketahuan saya bukan orang yang berpuasa, bagaimana nanti? Saya mulai ambil ancang-ancang untuk balik badan sajalah.

Tapi seorang bapak-bapak yang sudah duduk, dengan wajah ramah dan bersahabat melambaikan tangannya memanggil saya supaya duduk di sampingnya yang masih lowong. Kepalang tanggung, saya pun duduk saja dengan grogi dan was-was. 

Seperempat jam sebelum waktu berbuka tiba, panitia membagikan nasi kotak kepada setiap orang, termasuk saya, yang masih dag dig dug. Saya perhatikan ke seluruh penjuru, ribuan orang berbaur dari berbagai latar belakang status sosial. Ada yang berpakaian rapi dan bersih, mungkin pekerja kantoran seperti saya. Di dekatnya ada yang berpenampilan sederhana, bahkan lusuh dan dekil. Namun yang membuat saya terkesan waktu itu semua tampak rukun dan damai. Seolah tidak ada jarak karena berbeda status sosial.

Singkat kata, waktu berbuka puasa tiba, dan semua orang menikmati nasi kotak masing-masing. Setelah selesai makan nasi kotak, saya pun beranjak dan berjalan ke Stasiun Juanda. Lumayanlah, makan malam gratis, pikir saya waktu itu. Besok sorenya saya ingin kembali lagi ke sana untuk ikutan acara berbuka puasa tersebut. 

Tetapi pekerjaan di kantor yang harus diselesaikan tidak memungkinkan saya keluar hingga pukul 18.00. Demikian pula beberapa hari setelah itu, hingga akhirnya bulan puasa berakhir, dan tentu tidak ada lagi acara buka puasa bersama gratis di Istiqlal. Karena itu hanya khusus di bulan Ramadhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun