Beberapa negara masih memberlakukan hukuman mati. Salah satunya adalah negeri kita sendiri. Tapi hukuman mati itu diberlakukan bagi orang-orang yang dinilai telah melakukan kejahatan yang luar biasa dan membahayakan banyak orang. Misalnya bandar narkoba kelas kakap berpotensi dijerat hukuman mati karena perbuatannya bisa membahayakan banyak orang.
Sudah banyak orang yang dieksekusi gara-gara terjerat narkoba. Selama beberapa tahun mendekam dalam penjara, sambil menunggu grasi (pengampunan) dari kepala negara. Kalau permohonan grasinya ditolak, maka dia akan segera dieksekusi. Selain itu, orang yang didakwa melakukan pembunuhan sadis dan terencana, pun berpotensi divonis mati oleh pengadilan.Â
Pelaku teror pun banyak yang dijatuhi hukuman mati, dan beberapa sudah menjalani hukumannya beberapa tahun terakhir, seperti pelaku bom Bali. Yang teranyar adalah persidangan pada Jumat 18/5/2018, di mana pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman dituntut hukuman mati, dengan dakwaan mendalangi beberapa teror bom beberapa waktu lalu.
Banyak pihak yang menyuarakan supaya koruptor di negeri ini pun dihukum mati. Namun hingga kini belum ada ceritanya pelaku korupsi kelas kakap sekalipun yang divonis mati di negeri ini. Kita hanya sering dan terbiasa membaca berita tentang koruptor di negeri China yang dihukum mati di depan banyak orang. Untuk memberi efek jera katanya, supaya orang-orang takut melakukan korupsi. Di Indonesia, hukuman mati terhadap koruptor belum ada dasar hukumnya.Â
Belum ada UU yang mengatur soal hukuman mati terhadap penjarah uang negara. DPR harus membuat UU-nya terlebih dahulu. Tapi apakah legislator kita mau merancang  UU hukuman mati bagi koruptor? Rasanya sulit untuk saat ini, jika melihat profil anggota dewan yang ada saat ini.Â
Kecuali di masa depan, mayoritas anggota dewan jujur, berintegritas, dan anti-korupsi, bisalah kita mengharapkan adanya RUU yang mengatur hukuman mati terhadap koruptor, bila tidak ditemukan alternatif lain.
Arab Saudi adalah salah satu negara yang getol melaksanakan hukuman mati terhadap warganya, atau warga negara lain yang dituduh melakukan kesalahan fatal di negara tersebut. Sudah tidak terhitung warga negara kita yang terkena hukuman mati di negara minyak itu, karena berbagai tuduhan, dengan cara digantung di muka publik.
Ada yang dituduh membunuh majikan, atau keluarga majikan, sehingga "darah harus dibayar darah". Beberapa warga kita yang terancam hukuman mati di luar negeri, pasti mendapat pembelaan dari pemerintah RI. Upaya diplomasi selalu dilakukan oleh pemerintah supaya warga yang diancam hukuman mati itu diampuni dan dibebaskan. Ada yang mendapat pengampunan, antara lain setelah diganjar dengan sejumlah uang  yang sudah ditetapkan nilainya.
Terlepas dari itu semua, apakah negara punya hak menghukum mati seseorang dengan alasan apapun? Apakah seseorang berhak mengakhiri kehidupan orang lain dengan dalih dibolehkan ajaran agama? Sebagai manusia yang beragama, kita yakin bahwa yang memberi kehidupan itu hanyalah Tuhan Yang Mahakuasa.
Tuhan yang mempunyai kehidupan dan memberikannya kepada manusia, dan hanya DIA yang berhak mengambil kehidupan itu dari manusia. Tuhan memberikan anugerah kehidupan kepada setiap orang, dan semua orang wajib memelihara dan mengelola kehidupannya hingga Tuhan mengambilnya kembali, dengan cara-Nya.
Jangankan merenggut kehidupan orang lain dengan sengaja dan terencana, membunuh diri sendiri pun, manusia tidak punya wewenang sama sekali. Tuhan yang memberikan kehidupan dan hanya DIA yang punya wewenang mengambilnya kembali.Â
Negara sebagai institusi punya hak dan kewajiban menjaga keadilan, ketertiban dan keamanan bagi setiap individu. Itulah sebabnya setiap negara/pemerintahan memiliki aturan/peraturan atau undang-undang (UU) yang disusun sendiri. Berdasarkan UU negara berhak menghukum warganya yang melakukan kesalahan.
Namun apapun kesalahan seseorang warga, negara tetap tidak punya hak menjatuhkan hukuman mati. Sekali lagi, hukuman mati itu hanya wewenang Tuhan, sebab hanya Tuhan yang berhak mengambil kehidupan dari seseorang. Negara yang dikelola oleh manusia untuk manusia hanya berhak menyusun hukum dan aturan yang disesuaikan dengan kodratnya sebagai manusia, bukan berlaku sebagai Tuhan yang punya hak menentukan hidup-mati seseorang.
Artinya, jika seseorang dinilai telah melakukan kesalahan yang sangat luar biasa, hukumlah dia dengan hukuman yang telah disusun/dirancang oleh manusia. Misalnya, terhadap seseorang yang telah melakukan pembunuhan sadis, negara tidak harus menghukum mati, namun terlebih dahulu mengupayakan perdamaian dan saling memaafkan dengan keluarga korban.
Apabila hal ini tidak tercapai, maka negara memberlakukan hukuman badan di penjara atau di kurungan, selama mungkin, atau seumur hidup. Pasti sangat menyakitkan bila keluarga pihak korban melihatnya bebas berkeliaran kembali. Maka lebih pas bila yang bersangkutan dihilangkan selamanya, dalam arti dihukum penjara selama-lamanya.Â
Demikian pula dengan koruptor. Sebesar apa pun uang negara yang telah dia korup, negara bisa mengambilnya kembali lewat cara menyita seluruh aset dan kekayaanya. Pelaku korupsi dimiskinkan ditambah hukuman badan di penjara, bukan dengan mengambil nyawanya dengan dalih UU hukuman mati. Sekali lagi, hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa orang lain, bukan sesama manusia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H