Tentang tekadnya melengserkan Jokowi, Eyang Reformasi  selalu sesumbar:  "Presiden Soeharto yang begitu kuat dan berkuasa selama 32 tahun saja bisa saya tumbangkan, apalagi Jokowi!" Padahal, menurut Adian Napitupulu, kini anggota DPR, salah satu sosok penting di balik demo aksi mahasiswa tahun 1998 yang menuntut reformasi, jatuhnya Soeharto adalah murni berkat perjuangan mahasiswa.
Kalau belakangan ada yang ngaku-ngaku itu hanya membonceng pada barisan mahasiswa. Nah, di era Jokowi, Amien come back dan selalu giat "mengkritik" pemerintah supaya jatuh. Di mana-mana, yang namanya mengkritik itu sifatnya membangun dan memberi saran-saran yang bermutu. Tapi kritikan yang satu ini tujuannya beda. Dan segarang apapun "kritik" Amien Rais itu, namun seperti kita lihat dan alami, pemerintah baik-baik saja, dan siap melanjutkan kerya bakti untuk periode kedua.
Menjelang tahun politik, ada banyak kejadian yang dimanfaatkan untuk mencongkel Jokowi. Bahkan banyak peristiwa yang nyata sekali didesain untuk mendiskreditkan  Jokowi: isu PKI bangkit lagi, hutang-hutang luar negeri, kasus-kasus pembunuhan ulama oleh orang gila. Semua itu seolah diatur untuk mengesankan negara kacau dan pemerintah tidak becus menjaga ketertiban dan ketenteraman. Lalu kemudian muncul statemen: "Kalau ingin kondisi aman, maka pilihlah kami!"
Ketika segala daya upaya dan tipu muslihat telah mentok, lalu muncul fenomena: #2019 ganti presiden. Mau ganti presiden, boleh-boleh saja, tetapi siapa yang layak menggantikan? Logisnya harus ada dulu satu atau dua sosok yang sudah jelas dan mantap, lalu gulirkan program-program yang juga masuk akal dan cerdas. Jangan malah memprediksi Indonesia bubar pada 2030 karena seorang penulis novel fiksi menulis demikian. Penulis novelnya siapa? Asing atau Aseng. Kalau asing atau aseng, ya mbok ojo dipercoyo, sebab kita ini kan anti-asing dan anti-aseng! Tapi itulah realita di negeri kita saat ini.Â
Mau jadi presiden? Silakan saja. UUD 1945 menjamin kok, bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat, berhak mengajukan diri jadi calon presiden. Tapi, untuk meraihnya, gunakanlah cara-cara yang elegan, cerdas, bermartabat, santun, dan berbudaya, berpedoman pada ajaran agama yang luhur dan mulia. Janganlah mengorbankan kaos atau mug cantik untuk menyampaikan aspirasi. Dan yang penting, berdoa memohon pada Tuhan, jangan malah meminta pada kuburan supaya bisa menjadi presiden atau wakil presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H