Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kritik Pemerintah Supaya Dilirik Jadi Capres

25 Maret 2018   18:40 Diperbarui: 26 Maret 2018   04:14 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun politik membuat banyak orang terserang penyakit "demam", mereka menggigil karena tiba-tiba ingin menjadi presiden. Era reformasi memang menjadi berkah bagi orang-orang tertentu yang kebetulan bernasib baik. Hokki, kata saudara kita dari suku Tionghoa. Mujur besar, karena status dan derajat mereka terangkat dengan drastis. Yang tadinya bukan apa-apa, di awal era reformasi bisa menjadi pejabat tinggi, ketua MPR misalnya. Mending kalau yang bersangkutan adalah the right man on the right place,jadi berkah bagi bangsa, negara dan masyarakat. 

Tapi coba kalau ternyata hanya pandai berkata-kata, tetapi tidak bisa bekerja untuk kemaslahatan bersama, yang hanya mementingkan diri dan kelompok. Yang kerjanya hanya mengeluarkan statemen yang memojokkan orang lain. Mengkritik tanpa data dan tanpa dasar, memfitnah sambil menyebar hoax. Mengobral ayat-ayat kitab suci tidak pada tempatnya. Menutup mata atas keberhasilan dan kesuksesan pemerintah, bahkan sebaliknya selalu menyisipkan cemooh di antara kegemilangan kerja pemerintah. Tujuannya apa lagi, kalau bukan melemahkan pemerintah dan menjatuhkan.

Belum lagi oknum yang hobbynya mengumpulkan uang, menumpuk harta benda. Mendapati dirinya di tempat basah, banyak peluang untuk menilap anggaran negara, bisa kaget dan malah sibuk meraup uang. Untunglah ada KPK yang kuat dan berintegritas, sebab paling tidak sebagian uang negara bisa diselamatkan. Minimal lembaga anti-rasuah ini menjadi shock therapybagi oknum-oknum pejabat supaya tidak bermain-main dengan uang rakyat.

Semakin mendekati pemilihan umum dan pemilihan presiden tahun 2019, pihak-pihak yang tidak sabar merengkuh kekuasaan tertinggi di negeri ini mulai kasak-kusuk. Segala cara digunakan. Segala alat dimanfaatkan. Belum lama ini ada gubernur dari bagian timur, yang ujug-ujugmeng-upload pidatonya di ,media sosial (medsos). Dia mengecam dan mengkritik pemerintah soal impor beras, dll. 

Selama ini dari mana saja orang ini, kok tiba-tiba peduli pada beras? Tapi paling tidak ada gunanya bagi saya, sebab tahu bahwa nama gubernur di provinsi anu adalah si ini. Dasar memang asing, hanya beberapa jam, namanya sudah tidak ingat lagi. Itulah sebabnya tidak saya tulis di artikel ini, karena memang asli tidak ingat lagi.

Sangat beda dengan Ahok yang memiliki nama asli Basuki Tjahaja Purnama. Sewaktu dia menjadi wakil gubernur hingga gubernur DKI Jakarta, namanya selalu ingat karena setiap hari muncul di surat kabar, di televisi, dengan segala komentar dan kebijakannya yang kerap dinilai kontroversial.  

Tetapi memang itulah yang mesti dilakukan apabila Ibu Kota Jakarta ingin berubah menjadi kota yang berkelas internasional, modern, bermartabat dan menjadi kebanggaan bangsa. Dia bekerja membangun infrastruktur, namun juga mata elangnya tajam mengawasi uang rakyat supaya tidak tercecer satu rupiah pun! 

Dengan segala sepak terjangnya itu, nama dan sosok putra asli Belitung ini pun meng-Indonesia, bahkan mendunia. Dari segala penjuru datang seruan agar mantan bupati Belitung Timur ini menjadi presiden, paling tidak nanti, pasca-Jokowi. Tidak asal bunyi. Lembaga-lembaga survei pun menempatkan  namanya di antara tokoh-tokoh yang berpeluang menjadi pimpinan di negeri ini. Bahkan ketika dia mendekam di bui karena tuduhan penistaan agama, sosoknya tidak lantas dilupakan. Harapan dan doa agar duduk di tampuk kekuasaan negeri ini, terus bergulir dari banyak orang. Kenapa? Karena dia memang bekerja dan bekerja dengan integritas yang tinggi. Bukan asal lempar kritik ke sana sini.

Ada lagi nama yang tidak bisa kita lupakan: Tri Rismaharini, walikota Surabaya. Sejak memangku jabatan terhormat itu, wanita ini langsung melakukan gebrakan yang membuat dirinya diperhitungkan. Banyak kemajuan yang dia telah kerjakan bagi ibu kota Provinsi Jawa Timur ini. 

Dan khalayak ramai, bahkan dunia, mengakuinya. Tidak banyak mengkritik pemerintah, namun dalam "marah" melakukan tugasnya kalau memang tidak benar menurut penilaiannya. Hasilnya, namanya pun wangi, dan sering digadang-gadang menjadi calon RI 2 atau bahkan RI 1. Hebatnya, dia menolak dicalonkan jadi gubernur Jawa Timur, sebelum tugasnya sebagai walikota berakhir. Sangat beda dengan sosok lain, yang tidak malu-malu memperlihatkan nafsu syahwatnya untuk merengkuh kekuasaan yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi.

Mestinya, kepala daerah atau siapa pun yang ingin menduduki jabatan tinggi di negeri ini--jadi presiden sekalipun--tunaikanlah pekerjaanmu dengan baik, bukan mencari kesempatan dalam kesempitan melancarkan kritik atas kebijakan pemerintah yang dirasa kurang tepat

. Bahkan supaya fairsekali-sekali lontarkanlah pujian dan sanjungan atas keberhasilan pemerintah Presiden Jokowi yang memang tampak nyata di depan kita semua. Jangan hanya pandai melihat "kekurangan", namun jujurlah mengakui keberhasilan orang lain. Jika punya sifat dan karakter seperti itu, niscaya kita adalah manusia yang berbudi luhur dan bermartabat, yang sesuai tuntunan agama. Janganlah menjadi orang yang bisa melihat koin di seberang lautan, namun tidak melihat dinosaurus T-rex di depan mata sendiri. Awas Pak, nanti dimangsa.

Akhirnya, bagi pemburu kursi cawapres atau capres edisi 2019, bekerjalah dengan baik dan sukses. Orang di seberang lautan pun pasti melihat hasilnya. Tidak usah melontarkan kritik yang malah terkesan hanya asal bunyi--asbun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun