kreativitas dan keanekaragamannya, tapi kenyataannya kini semakin dikuasai oleh tiga label rekaman besar: Universal Music Group (UMG), Sony Music Entertainment, dan Warner Music Group. Ketiga label ini menguasai lebih dari 69% pasar musik dunia, sehingga mereka bisa menentukan lagu-lagu yang didengar jutaan orang setiap harinya (Soundplate, 2022).Â
Industri musik sering dipuji karenaMeski pengaruh besar ini membantu kesuksesan artis-artis terkenal, mereka juga membuat artis independen sulit berkembang. Kekuasaan yang terlalu terkonsentrasi ini membatasi peluang bagi artis independen, menciptakan sistem yang tidak adil, dan menghambat kreativitas serta keragaman di dunia musik.
Dominasi "Big Three" di Platform Streaming
Cengkeraman Big Three di platform streaming seperti Spotify dan Apple Music sangat merugikan artis independen. Platform yang seharusnya memberi semua artis kesempatan yang sama ternyata lebih menguntungkan label besar. Misalnya, UMG berhasil menegosiasikan tarif royalti yang lebih tinggi dengan imbalan visibilitas lebih besar untuk artis-artis mereka di playlist populer.Â
Akibatnya, artis independen sering kalah saing. Sebuah studi oleh Rolling Stone menunjukkan bahwa 90% lagu yang paling sering diputar di Spotify berasal dari artis label besar (Blake, 2021). Tanpa dukungan dana besar untuk mempromosikan lagu mereka, artis independen kesulitan menjangkau pendengar yang lebih luas.
Panggung Festival yang Tidak Seimbang
Selain di platform streaming, dominasi Big Three juga terasa di festival-festival musik besar seperti Coachella dan Lollapalooza. Lineup utama festival ini hampir selalu diisi oleh artis dari label besar.Â
Sebagai contoh, di Lollapalooza 2023, headliner-nya adalah Kendrick Lamar dan Billie Eilish dari Universal Music Group, serta Red Hot Chili Peppers dari Warner Music Group. Dengan kekuatan ini, label besar memastikan artis mereka mendapat tempat terbaik, sementara artis independen hanya mendapat sedikit ruang untuk tampil.
Kontrak yang Merugikan Artis Baru
Kontrak yang ditawarkan Big Three kepada artis-artis baru sering kali juga tidak adil. Banyak kontrak yang memberikan label kuasa penuh atas karya artis, termasuk hingga 80% royalti streaming dan kepemilikan penuh rekaman master mereka (Peoples, 2022).Â
Kondisi ini membatasi kebebasan artis untuk berkarya dan menciptakan inovasi baru. Sebaliknya, artis independen seperti Chance the Rapper yang sukses tanpa label adalah contoh langka yang menunjukkan betapa sulitnya bagi artis independen untuk berhasil di industri yang didominasi label besar.
Menuju Industri Musik yang Lebih Adil
Dominasi Big Three membuat artis independen sulit berkembang dan merusak keragaman yang seharusnya menjadi kekuatan utama dunia musik. Untuk memperbaiki ini, kita perlu regulasi yang membatasi monopoli mereka. Platform streaming juga harus lebih adil dengan algoritma yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua artis, baik independen maupun dari label besar.Â
Selain itu, festival musik khusus artis independen dan program pendanaan bisa membantu mereka mendapatkan peluang yang lebih besar. Dengan langkah-langkah ini, kita bisa menciptakan industri musik yang lebih inklusif dan mendukung semua artis untuk berkarya dan sukses.
Sumber
Blake, E. (2021, September 24). Data shows 90 percent of streams go to the top 1 percent of artists. Rolling Stone. https://www.rollingstone.com/pro/news/top-1-percent-streaming-1055005/
Peoples, G. (2022, February 25). Who gets paid for a stream? Billboard. https://www.billboard.com/pro/music-streaming-royalty-payments-explained-song-profits/
Soundplate. (2022, March 2). The Major Labels - Everything you need to know about major record labels. Soundplate.com - Record Label & Music Platform. https://soundplate.com/major-record-labels/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H